CC Cup di Kolese Kanisius membentuk generasi muda sebagai servant leader, melatih mereka menyeimbangkan tanggung jawab dan kolaborasi demi tujuan bersama. Kisah ini menunjukkan bahwa pemimpin yang melayani, baik di sekolah maupun skala nasional, mampu menggerakkan perubahan nyata.
Sungguh jelas bahwasanya dalam sebuah negara demokratis, kedaulatan ada dan selalu akan ada di tangan rakyat. Juga dasar dari demokrasi "for the people, by the people, of the people" merefleksikan bahwa seorang pemimpin demokratis melayani rakyat sepenuhnya. Sebuah negara demokratis membutuhkan pemimpin yang melayani, seorang servant leader.Â
Menurut Robert Greenleaf, seorang servant leader merupakan seorang yang memprioritaskan kebutuhan, pertumbuhan, dan kesejahteraan anggota-anggota kelompoknya. Mereka mengarah lebih ke mentor dan fasilitator daripada pemimpin otoritas tradisional. Mereka membangun sebuah komunitas kolaboratif yang memiliki satu tujuan yang ingin mereka capai.
Dalam ajaran Santo Ignatius Loyola, seorang ignatian servant leader adalah seseorang yang menghidupi prinsip-prinsip fundamental seorang pemimpin yang melayani lewat lensa spiritualitas Ignasian dalam tradisi Jesuit. Lebih jelasnya, seorang ignatian servant leader adalah pribadi yang rendah hati, berdiskresi dalam keputusan dan aksinya, serta memiliki semangat menjadi lebih baik. Secara khas, mereka ialah pemimpin yang memprioritaskan pelayanan terhadap misi mereka menempatkan misi---mencari kemuliaan Tuhan yang lebih besar---di atas kepentingan komunitas maupun pribadi.Â
Kolese Kanisius, sebuah cabang sekolah Jesuit dunia dan mitra formasi generasi menerus bangsa kian mengedepankan nilai-nilai seorang servant leader dari kegiatan tahunan yang mereka lakukan yakni CC Cup. Mengangkat tema "A Beautiful is Never Perfect", berbagai lomba yang dihadiri berbagai sekolah diselenggarakan.Â
Tapi acara ini lebih dari sekedar lomba-lomba antar sekolah, tapi juga merupakan fenomena kolaborasi berbagai dimensi serta menjadi wadah untuk setiap siswa-siswa berformasi. Ada panitia yang bekerja langsung seperti panitia perlombaan. Ada juga panitia yang bekerja di balik layar seperti desain dan dekorasi serta panitia inti yang mengurus segala macam administrasi. Semua panitia memiliki kesempatan untuk memetik pengalaman dan menjadi pribadi yang lebih baik.Â
Apakah proses ini mudah? Tentu tidak. Misalnya dari seksi desain dan dekorasi. Desain sendiri sudah bekerja beberapa minggu sebelum acara, menyiapkan segala macam desain bertemakan Mesir. Semua ini tentunya selagi mengurus urusan-urusan akademis. Selain itu, dekorasi bekerja dari siang sampai larut malam. Tanpa pamrih mereka memewahkan Menteng Raya No. 64 dengan menyiapkan juntaian kain, potongan-potongan triplek, dan banner yang akan dipasang dan lain hal.
Di sinilah siswa-siswa ditaruh dalam wadah yang penuh tekanan. Tentunya bukan hanya untuk menguras energi mereka, tapi untuk menyadari bahwa pedang yang terbaik harus ditempa martil dalam panas bara api berkali-kali sampai menjadi pedang yang pantas dipegang seorang ksatria.Â
Mereka melakukan ini karena satu hal yang sangat esensial yakni, jika mereka tidak lembur, maka teman-teman yang lain akan lembur lebih lama lagi.
Tentunya tantangan menyeimbangkan akademik dan urusan kepanitiaan menaruh tekanan pada kesehatan fisik dan mental setiap orang. Pasti ada saja yang jatuh sakit. Bisa saja karena mereka mendorong diri mereka terlalu jauh atau karena memang kerja mereka terlalu banyak.Â