Mahasiswa kependidikan tidak hanya belajar teori di kampus, tetapi juga harus siap menghadapi realitas kelas yang berbeda. Itulah yang dialami mahasiswa UNNES saat melaksanakan LANTIP 5 di SMA Semesta Semarang, sekolah bertaraf internasional dengan Cambridge Curriculum. Dari pengalaman mengajar Ekonomi di kelas Cambridge, lahir pemahaman baru tentang pentingnya deep learning atau pembelajaran mendalam.Â
Pendidikan modern menuntut lebih dari sekadar menghafal definisi atau mengerjakan soal. Siswa perlu memahami konsep secara mendalam, mampu berpikir kritis, serta mengaitkan pelajaran dengan realitas sehari-hari. Inilah esensi deep learning yang semakin relevan di era globalisasi.
Cambridge International Curriculum menjadi salah satu sistem yang mendukung prinsip ini. Mahasiswa UNNES yang menjalani praktik mengajar di SMA Semesta Semarang berkesempatan melihat langsung bagaimana kurikulum internasional ini bekerja. Tidak ada silabus kaku seperti di sekolah nasional, melainkan lesson plan yang fleksibel dan berorientasi pada capaian belajar siswa.
Bagi praktikan yang mengajar mata pelajaran Ekonomi, tantangan ini terasa nyata. Menjelaskan konsep ekonomi dalam bahasa Inggris menuntut bukan hanya penguasaan materi, tetapi juga kemampuan mengkomunikasikannya dengan sederhana dan jelas. Siswa pun tidak pasif; mereka terbiasa aktif bertanya, berdiskusi, bahkan menantang penjelasan guru. Situasi ini menunjukkan bahwa Cambridge mendorong terwujudnya deep learning: siswa tidak hanya menerima, tetapi juga mengolah dan mempertanyakan pengetahuan.
Selain bahasa, budaya belajar kritis menjadi pembeda utama. Siswa didorong untuk berpikir analitis dan menghubungkan konsep dengan fenomena nyata. Misalnya, ketika membahas inflasi, siswa diajak mengaitkan materi dengan berita ekonomi terkini. Cara belajar seperti ini membuat pembelajaran terasa relevan dan bermakna.
Pengalaman mahasiswa UNNES di SMA Semesta juga menegaskan bahwa guru di era sekarang harus berperan sebagai fasilitator, bukan sekadar penyampai informasi. Deep learning menuntut guru untuk menciptakan ruang dialog, memberi tantangan intelektual, dan membimbing siswa menemukan pemahaman mereka sendiri.
Dari praktik mengajar ini, ada pelajaran penting: perangkat ajar hanyalah alat, sementara esensi pembelajaran adalah bagaimana membuat siswa berpikir lebih dalam. Fleksibilitas lesson plan, penggunaan bahasa global, dan budaya diskusi kritis menjadi faktor yang mendorong terciptanya pembelajaran mendalam.
Pada akhirnya, pengalaman LANTIP 5 di SMA Semesta menunjukkan bahwa deep learning bukan sekadar teori pendidikan, melainkan realitas yang bisa diwujudkan di ruang kelas. Pendidikan Indonesia dapat mengambil inspirasi dari pendekatan Cambridge ini: menekankan pemahaman, fleksibilitas, dan keterampilan abad 21. Hanya dengan cara itulah generasi muda dapat disiapkan untuk menghadapi dunia yang penuh perubahan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI