Mohon tunggu...
David Pratama
David Pratama Mohon Tunggu... Koki - siap grak

tukang tidur, tukang ngopi, tukang nyantai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hilangnya Para Pendongeng

27 April 2016   13:00 Diperbarui: 27 April 2016   13:02 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Hei juru masak, apa yang kau masukkan di dalam sop ini?" begitulah Sang Raja Dewata Cengkar menghardik juru masaknya.

"Ampun, Paduka.... anu, anu... tadi jari tangan saya.... teriris dan.... ikut termasak menjadi sop yang Paduka makan...."

"Hmmm..... jadi itu.... jadi itu yang membuat sop ini terasa begitu nikmat! Mulai sekarang, aku minta setiap hari kamu memasakkan daging manusia! Ingat! Daging manusia harus ada setiap harinya! Kalau tidak... engkau sendirilah yang akan dijadikan masakan!!!"

ilustrasi diambil dari https://storybird.s3.amazonaws.com/artwork/shishir/square/bedtime-stories.jpeg

Demikianlah almarhum eyang putriku yang begitu fasihnya mendongengkan cerita sebelum aku terlelap. Hampir setiap malam dongengnya menghantarkanku tidur. Eyang putriku adalah pendongeng ulung. Belia mampu menghadirkan suasana dan menghidupkan tokoh yang ada dalam cerita. Seperti kisah Prabu Dewata Cengkar tadi, eyang putri benar-benar menghidupkan tokoh juru masak yang sangat ketakutan dan Dewata Cengkar yang sangat bengis. Dongeng yang dituturkan oleh eyang putri begitu erat melekat dalam ingatanku. Kisah Aji Saka yang mengalahkan Dewata Cengkar, kisah Jaka Tingkir yang menyeberangi Bengawan Solo dengan dibantu empat puluh buaya, kisah kancil, bawang merah bawang putih, hingga kisah-kisah di dalam Kitab Suci, semuanya masih kuingat jelas.  

Begitulah dongeng yang bukan hanya semata menyampaikan cerita, tetapi juga membangun keintiman personal hingga dapat membekas dalam memori kehidupan. Bukan hanya berkisah, tetapi juga berhermeneutik. Menjadi jembatan. Dari cerita yang dipaparkan lalu mau apa dan bagaimana kita? Cerita itu bukan hanya alur yang mengalir begitu saja tetapi harus dimaknai dengan hadirnya petuah bijak yang disesuaikan dengan jaman yang ada.

Masih adakah pendongeng-pendongeng yang menuturkan cerita kepada anak cucunya pada jaman ini? Ah, repot-repot amat... bukankah tinggal buka laptop, nyalakan tablet, putar video dari Youtube, beres sudah? Para penyampai cerita jaman sekarang memang bukan lagi manusia, tapi komputer. Oleh karenanya keintiman yang terjalin bukan antara anak dengan orang tua atau simbah, tapi antara anak dengan gadgetnya. Kemana anak bertanya ketika menghadapi kebuntuan? Bukan lagi ada anak bertanya pada bapaknya, tapi ada anak bertanya pada tabletnya. Maka jangan heran kalau sudah demikian perintah orang tua tidak mempan. Anak lebih nurut dan patuh apa kata laptop.

Apa yang diterima dari laptop ataupun tablet itu sebenarnya tidak akan tahan lama. Tidak ada sentuhan, tidak ada sapaan, tidak ada senyuman... Gersang. Kaku. Lalu ke manakah hilangnya para pendongeng sekarang? Tidurkah? Matikah?

Doaku di hari ini adalah (sederhana saja) agar anakku kelak dapat mendengarkan dongeng dari tuturan ayah bundanya. Akan kugoreskan cerita-cerita bermakna dengan mendongeng sebagai warisan yang tak ternilai harganya. (dpp)

http://www.hana.web.id/2016/04/hilangnya-para-pendongeng.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun