Jaringan Tersembunyi: Skema Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Di sebuah instansi pemerintah daerah, proyek pengadaan alat kesehatan senilai miliaran rupiah sedang dalam tahap perencanaan. Seharusnya, proyek ini berjalan transparan sesuai regulasi. Namun, di balik layar, terdapat jaringan tersembunyi yang telah mengatur hasil akhirnya sejak awal. Dalam jaringan ini, terdapat tiga aktor utama: A (Atasan), P (Bawahan), dan K (Klien).
Bab 1: Instruksi dari Atasan
Sebagai Kepala Dinas Kesehatan, Bapak Andi (A) memiliki kewenangan penuh dalam proyek ini. Alih-alih membiarkan proses lelang berjalan adil, ia melihat peluang untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Suatu siang, ia memanggil sekretarisnya, Rina (P), seorang pegawai administrasi yang sering menangani dokumen proyek.
"Rina, saya ingin proyek ini berjalan lancar. Hubungi Pak Budi dari PT Sejahtera (K), dia sudah tahu prosedurnya," kata Pak Andi sambil menyelipkan sebuah map berisi spesifikasi alat kesehatan yang sudah disesuaikan dengan produk milik PT Sejahtera.
Rina mengangguk. Ia tahu maksudnya. Dengan spesifikasi yang telah disusun sedemikian rupa, perusahaan lain tidak akan memiliki kesempatan memenangkan tender.
Bab 2: Peran Bawahan dalam Jaringan
Sebagai bawahan yang telah lama bekerja di instansi tersebut, Rina memahami cara memanipulasi administrasi tanpa terlihat mencurigakan. Ia mengubah beberapa dokumen agar hanya PT Sejahtera yang memenuhi syarat dalam tender.
Selain itu, ia menghubungi panitia lelang dan memberi isyarat bahwa proyek ini "sudah ada pemenangnya". Beberapa anggota panitia, yang memahami sistem ini, hanya mengangguk. Mereka tahu bahwa melawan arus hanya akan membuat posisi mereka terancam.
Bab 3: Klien yang Diuntungkan
Di sisi lain, Budi (K), pemilik PT Sejahtera, telah menyiapkan komisi yang akan diberikan setelah kontrak berhasil didapatkan. Beberapa persen dari nilai proyek akan dikembalikan kepada Pak Andi sebagai bentuk "ucapan terima kasih."