Mohon tunggu...
David Murdi
David Murdi Mohon Tunggu... -

Pemimpin Produksi Genta Andalas dan Manajer IT Hima Manajemen Universitas Andalas. Pengurus Asosiasi Pers Mahasiswa Sumatera Barat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada Padang, Masih Samakah?

8 September 2013   13:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:11 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: David Murdi

Pemimpin Produksi Genta Andalas dan Manajer IT Hima Manajemen

30 Oktober 2013, merupakan salah satu tanggal paling penting bagi masyarakat kota Padang. Kota berpenduduk 871.534 jiwa tersebut akan baralek gadang dengan dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) periode 2014-2019. Semua mata akan tertuju menyaksikan siapa yang akan menggantikan duet Fauzi Bahar – Mahyeldi Ansharullah. Pada tanggal 30 Oktober pula, masyarakat Padang akan mengakumulasikan kepuasan atau rasa kecewa selama lima tahun terakhir terhadap pemimpin mereka. Pada Pilkada kali ini, kontestan yang ikut bertarung sebanyak 10 pasang. Ini merupakan jumlah terbanyak pasangan yang ikut dalam sebuah alek pilkada. Provinsi Jawa Timur yang penduduknya 37 Juta hanya diikuti empat calon. Pertanyaan muncul, begitu demokratis kah pilkada padang? Atau sangat kecewa kah masyarakat kota Padang terhadap pemimpinnya?

Banyak bakal calon walikota yang kalah sebelum berperang. Andre Rosiade yang menghabiskan dana miliaran takicuah di nan tarang dan bakal calon lainnya tersingkir padahal sudah susah payah mempromosikan diri menjadi bukti begitu dinamisnya Pilkada Padang. Bahkan Fahmi Bahar yang merupakan adik kandung Fauzi Bahar tersingkir pada injury time pendaftaran. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Padang dalam rapat plenonya menetapkan sepuluh calon walikota-wakil walikota Padang dari tiga belas calon yang mendaftar. Total ada tiga dari gabungan Partai Politik dan tujuh yang mencoba peruntungan dari jalur independen.

Kota Padang sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Barat, selalu menjadi sorotan dalam pelaksanaan pemilihan walikota–wakil walikota. Kita semua tentu masih ingat berbagai polemik yang dialami Padang ketika akan memilih nahkoda baru. Zuiyen Rais, Walikota Padang dua periode, dituduh menyuap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Padang agar memilihnya kembali untuk periode kedua pada tahun 1998. Zuiyen bahkan sempat dinonaktifkan akhir tahun 1999 setelah terbukti bersalah melakukan korupsi dan menerima vonis 10 bulan. Namun itu belum seberapa, Pemilihan Walikota Padang untuk menggantikan Zuiyen Rais yang habis periodenya pada 2003 lebih ‘sesuatu’ lagi. Jasrial yang sudah dipastikan memenangkan pemilihan walikota, digugat karena wakilnya Chairul Indra terbukti melakukan pemalsuan ijazah.

Selama hampir satu tahun Padang menjadi sorotan akibat tidak mempunyai Walikota definitif. DPRD Padang memberikan ‘vonis’ dengan membatalkan kemenangan Jasrial dan berinisiatif untuk melaksanakan pemilihan ulang. DPRD Padang bersikukuh melaksanakan pemilihan ulang meskipun Mendagri Hari Sabarno melarang. Namun dengan berbagai alasan, DPRD tetap melaksanakan pemilihan ulang walikota. Fauzi Bahar Effendi yang sebelumnya menjadi runner up, berhasil memenangkan kursi walikota. Dalam pemilihan ulang tersebut, Fauzi Bahar meraih 16 dari 24 suara anggota dewan yang hadir. Meskipun 21 anggota tidak hadir, Fauzi Bahar ditetapkan sebagai walikota terpilih dalam rapat paripurna yang besejarah itu. Setelah sempat berlarut-larut, Gubernur Zainal Bakar atas nama Mendagri melantik pasangan Fauzi Bahar – Yusman Kasim untuk menahkodai Kota Padang.

Pada saat ini, Kota Padang telah dimimpin Fauzi Bahar selama 10 tahun. Pada 5 tahun pertama, Fauzi Bahar dianggap masyarakat berhasil memimpin Kota Padang dan mampu mengembangkan Padang menjadi kota religius dan berpendidikan. Program Pesantren Ramadhan dan Asmaul Husna menjadi program unggulan Fauzi Bahar. Hal ini membuat masyarakat kembali memilih alumni Universitas Negeri Padang (UNP) untuk kedua kalinya saat berpasangan dengan Mahyeldi. Tugas Fauzi Bahar untuk periode keduanya adalah merealisasikan program yang belum bisa diwujudkan pada periode pertama dan tetap melanjutkan rasa percaya masyarakat yang telah memberikannya amanah.

Ironinya, Fauzi Bahar sebagai nahkoda kota Padang yang tinggal lima bulan lagi, masih banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Terminal angkutan kota, pasaraya, pembebasan jalur dua bypass, pemberantasan penyakit masyarakat menjadi janji-janji Ketua DPD PAN Kota Padang pada musim kampanye. Terminal Regional Bingkuang yang sepatutnya dijadikan tempat pemindahan pedagang kaki lima, dialihfungsikan menjadi Balaikota Padang. Kota Padang satu-satunya Ibukota Provinsi di Indonesia yang tidak mempunyai terminal regional. Lalu kita beranjak ke pasaraya Padang yang semakin semrawut dan jauh dari kata indah. Dengan jargon Kota Padang sebagai kota religius, tetapi tenda ceper dan bukit lampu semakin ramai dikunjungi dan jauh dari pembenahan. Pembangunan jalur dua bypass menjadi sebuah harapan yang tak kunjung usai, sehingga kemacetan menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat kota. Dipenghujung periodenya sebagai walikota, Doktor bidang olahraga ini masih berupaya keras menyelesaikan janjinya yang belum terealisasikan kepada masyarakat.

Pada awal september lalu KPU kota padang melakukan pengambilan nomor urut disaksikan komisioner pada rapat pleno terbuka pengundian dan penetapan nomor urut. Berdasarkan pengambilan nomor urut pasangan satu-satunya calon perempuan Emma Yohanna berpasangan dengan Wahyu Iramana Putra yang diusung Koalisi Bintang Golkar memperoleh nomor urut satu, pasangan M Ichlas El Qudsi-Januardi Sumka diusung Partai Demokrat, PAN dan sejumlah koalisi partai non parlemen memperoleh nomor urut dua. Pasangan pengusaha-akademisi Desri Ayunda-James Helyward dari jalur perseorangan memperoleh nomor urut tiga.

Duet pengusaha-PNS Asnawi Bahar-Surya Budhi nomor urut empat dan pasangan dengan tagline reformasi Kota Padang Ibrahim-Nardi Gusman mendapatkan nomor urut lima. Lalu pasangan Kandris Asrin-Indra Dwipa dari jalur perseorangan memperoleh nomor urut enam, pasangan Maigus Nasir-Armalis yang kader Muhammadiyah mendapat nomor urut tujuh, Indra Jaya-Yefri Hendri Darmi dari jalur perseorangan nomor urut delapan. Pasangan Syamsuar Syam-Mawardi Nur nomor urut sembilan serta pasangan incumbent Mahyeldi-Emzalmi diusung PKS dan PPP mendapatkan nomor urut terakhir.

Dengan ditetapkan KPU sebagai calon yang dipastikan bertarung, calon kepala daerah bersama tim suksesnya semakin memantapkan untuk promosi diri dan terjun ke tengah-tengah masyarakat. Sebelum dimulai jadwal kampanye pun, mereka secara terbuka sudah mengenalkan diri kepada masyarakat Padang melalui baliho yang meraka pasang dimana-mana. Labrak aturan kampanye dan pelanggaran pemasangan baliho menjadi hal yang lumrah. Para calon mulai menebar janji-janji kepada masyarakat, dengan gagah berani berkata ‘kami memberikan bukti, bukan janji’.

Ada satu hal yang menarik untuk disimak, Kepala Daerah menurut Undang-Undang harus mengundurkan diri untuk maju sebagai calon anggota legislatif (caleg). Namun bagaimana calon kepala daerah yang maju sebagai caleg, apakah baru mundur setelah menjadi pemenang?. Pendaftaran sebagai calon anggota legislatif sesuai Undang-Undang No 8 Tahun 2012 memang dilakukan 12 bulan sebelum hari pemungutan suara. Jadi wajar saja calon kepala daerah ada yang terdaftar sebagai caleg, namun sepantasnya calon kepala daerah bersikap layaknya ksatria.

Kali ini etika politik para politisi diuji, memang dalam aturan tidak ada masalahnya calon kepala daerah, ada yang terdaftar sebagai caleg, baik DPD, DPR RI, maupun DPRD tingkat II. Kita tentu ingat kalimat yang sering berdengung di telinga kita, hidup itu pilihan. Harus bajaleh-jaleh, maju sebagai calon kepala daerah atau kembali mengabdi menjadi ‘pelayan’ masyarakat. Karena berpotensi terjadi gesekan, jangan sampai masyarakat menganggap politisi kita (baca: calon kepala daerah) hanya berambisi mengejar sebuah kekuasaan. Apakah Pilkada Kota Padang hanya ajang promosi diri untuk meningkatkan keterpilihan atau murni untuk mensejahterakan rakyat?. Hanya mereka dan Tuhan yang tahu.

Bagaimanapun sengit dan begitu dinamisnya alek pilkada Kota Padang dalam beberapa periode terakhir patut kita apresiasi. Inilah demokrasi. Namun masyarakat yang sadar politik tentu menginginkan Pemimpin yang bisa membawa Kota Padang menjadi lebih baik lagi. Tidak hanya sekedar janji, tetapi berani menyelesaikan pembebasan jalur dua bypass, menghidupkan kembali jantung (baca: terminal) yang tertidur lama, serta membasmi penyakit maksiat sampai ke akar-akarnya. Dan tanggal 30 Oktober nantilah, nasib kota Padang lagi-lagi ditentukan melalui pertarungan calon walikota dengan visi misi yang nyaris sempurna. Siapapun yang mampu menarik simpati masyarakat dan menjadi pemenang, semoga saja ‘beliau’ yang terpilih bisa menjadi Pemimpin yang memposisikan diri sebagai abdi masyarakat nantinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun