Mohon tunggu...
David F Silalahi
David F Silalahi Mohon Tunggu... Ilmuwan - ..seorang pembelajar yang haus ilmu..

..berbagi ide dan gagasan melalui tulisan... yuk nulis yuk.. ..yakinlah minimal ada satu orang yang mendapat manfaat dengan membaca tulisan kita..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anjay "Puasa" 10 Tahun, Mampukah Demokrat dan PKS Mengulang Sukses PDI Perjuangan?

3 September 2020   07:43 Diperbarui: 3 September 2020   14:47 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pimpinan DPR 2014 tanpa PDIP (sumber: kompas.com)

Dengan menjadi pihak yang diluar Pemerintahan, pasti menimbulkan pro kontra internal PDIP. Namun justru memudahkan Megawati melihat kader-kader nya yang loyal pada partai. Ada kader yang berseberangan, lalu memisahkan diri dengan membentuk Partai Demokrasi Pembaruan dan Partai Nasional Banteng Kemerdekaan. Namun pada pemilu 2009 rontok karena tidak mendapat suara yang cukup untuk masuk ke Senayan.

Sepuluh tahun 'menderita' menjadi seleksi alam yang paling ampuh. Tampak jelas siapa saja kader yang memang berjuang dan loyal untuk menjaga marwah partai. 

Permadi, salah satu tokoh senior PDIP, mundur dari partai sejak awal 2009 dan bergabung ke Gerindra. Namun hingga sekarang tidak terdengar lagi pamornya meredup. Ramson Siagian selama dua periode menjadi anggota DPR dari PDI Perjuangan. Namun saat Pemilu 2009 lalu, ia tak dicalonkan kembali untuk mewakili Pemalang oleh partainya. Demi membawa aspirasi suara konstituen di belakangnya, Ramson pun pindah haluan ke Gerindra, dan nyatanya kembali terpilih menjadi anggota DPR.

PDI Perjuangan seringkali 'dikibulin'

Megawati dan PDIP sarat pengalaman dikibulin dalam perpolitikan nasional. Pada pemilu tahun 1999, partai berlogo banteng tersebut memenangi pemilu, harusnya mendapat karpet merah posisi presiden. Namun realitanya kubu lawan politik Megawati menghalalkan segala cara menjegal Megawati pada sidang umum istimewa MPR. Malah Gusdur dengan PKB yang urutan tiga yang jadi Presiden. 

Berikutnya, tahun 2004 Mega merasa dibohongi oleh SBY yang saat itu menjadi Menterinya, ternyata sembunyi-sembunyi berniat maju menjadi Presiden. Saat Mega menanyakan, SBY tidak secara terus terang mengatakan niatannya. SBY dan Jusuf Kalla, yang keduanya sempat menjadi menterinya, maju pada gelaran Pilpres 2004, dan mendongkel Megawati dari istana. Nampaknya kekecewaan ini pula yang mendorong Megawati secara tegas menyatakan oposisi selama SBY menjabat.

Pun kejadian mirip tahun 1999, terulang kembali, usai memenangi Pemilu 2014, dalam sekejap, Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) diubah. Jika sebelumnya, sebagai partai pemenang pemilu jatahnya Ketua DPR. Misalnya Demokrat menjadi ketua DPR saat memenangi Pemilu 2009.


Pimpinan DPR 2014 tanpa PDIP (sumber: kompas.com)
Pimpinan DPR 2014 tanpa PDIP (sumber: kompas.com)

Para lawan politik PDIP bersepakat mengubah UU MD3, sehingga PDIP gagal menempatkan kadernya sebagai Ketua DPR. Golkarlah yang mendapatkan jatah tersebut. Bahkan tak satupun kader PDIP masuk dalam pimpinan DPR. Etika politik yang brutal dan menghalalkan segala cara. Golkar yang mendapat kursi DPR kemudian berbelot menjadi bagian dari koalisi.

Pengalaman dibohongi ini nampaknya sangat membekas dalam benak Megawati. Sepanjang Megawati masih Ketua Umum PDIP sulit bagi Partai Demokrat dan PKS untuk masuk dalam koalisi.

Mampukah PKS, Demokrat merebut kekuasaan setelah 'puasa' 10 tahun?

Partai Demokrat sejak SBY tidak lagi menjadi Presiden, berada diluar Pemerintahan. Mereka menyebut diri sebagai penyeimbang. Sayangnya mereka diterpa oleh konfilk internal. Perseteruan opini terjadi bahkan dari deklarator partai itu sendiri. Mungkin ini efek tidak berada dalam gerbong kekuasaan, ada kader yang gerah. Namun uniknya tidak ada yang membentuk partai baru. 

Megawati selaku pemimpin gerbong koalisi nampaknya alergi dengan SBY dan Demokrat. Koalisi juga tidak mau mengambil risiko menerima PKS dalam gerbong yang sama, mengingat PKS dalam koalisi SBY seringkali  dengan garang berseberangan dengan kebijakan Pemerintah. Ibaratnya menjadi duri dalam daging. Ini melanggar etika koalisi yang harusnya  satu suara dan saling mendukung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun