Pedagang kantin sekolahan sangat terpukul dengan adanya pandemi covid-19 ini. Bahkan masuk tahun ajaran baru pun sama saja. Mereka bingung saat orang -orang mengatakan selamat bekerja kembali.Â
Lah kami mau kerja bagaimana? Buka kembali? Kan kegiatan sekolahannya semua dilakukan online. Kalau kantin kan harus datang pembelinya. Barulah kami dapat penghasilan.
Tentulah semua ingin kegiatan berlangsung normal seperti sediakala. Aturan pelaksanaan belajar dari rumah menjadi keputusan terbaik saat ini. Kita perlu menjaga dan melindungi generasi penerus, para siswa agar terhindar dari potensi tertular virus Covid-19 ini. Juga para tenaga pendidik. Memang tidak dapat dipungkiri, pedagang kantin merasa kecewa dan turut merasakan langsung dampak buruknya bagi penghasilan mereka.
Selain pedagang, siswa pun banyak merindukan kembali bisa makan di kantin sekolah. Kantin selain tempat makan, juga tempat favorit untuk bercengkrama ria dengan teman-teman di Sekolah.
Curhatan pedagang kantin
"Kalau memang begini dan akan berlangsung lama, potensi kita gulung tikar akan besar. Makanya kepala saya sakit memikirkan tagihan dan kredit, ditambah lagi biaya kuliah anak-anak," sebut Imar yang beranak tiga (dikutip dari beritasampit.com).
"Kalau sekolah enggak libur, saya bisa menjual 400 butir cireng, dan keuntungannya bisa mencapai Rp 160 ribu, tapi dengan diliburkannya anak sekolah, paling banyak saya menjual 150 butir cireng dengan keuntungan sekitar Rp 65 hingga 70 ribu rupiah," ungkap Juhri, seorang pedagang yang berjualan di luar pagar sebuah SD di Depok, Jawa Barat (jurnaldepok.id).
Curhatan ini sebetulnya merepresentasikan risau hati para pedagang kantin di sekolah atau kampus. Mulai dari kantin SD hingga universitas. Pedagang kantin ini kehilangan mata pencaharian sejak semua kegiatan belajar mengajar dilaksanakan jarak jauh.Â
Siswa sekolah yang biasanya jajan di kantin tidak ada lagi. Atau guru yang juga kadang memesan makanan dari kantin juga tidak lagi ada.
Juga dialami pedagang kantin perkantoran
Tidak hanya itu, kantin perkantoran pun mengalami hal yang mirip. Selama penerapan WFH, mereka kelimbungan, tidak ada pembelinya. Hanya beberapa kantin yang mampu memasarkan secara online, yang masih mampu bertahan, itupun tidak sebesar omset penjualan masa normal sebelum PSBB.