Jika orang lain di sekitar kita bersikap abai, tentu berpotensi membahayakan bagi orang didekatnya. Misalnya menggunakan masker, tapi tidak tepat. Atau malah tanpa masker sama sekali.Â
Masyarakat kan tidak bisa menegur langsung, malah bisa menimbulkan pertengkaran. Berteriak misalnya yang ditegur, lalu siapa tau dia terinfeksi, kemana-mana lah droplet nya bertebaran. Kan ngeri juga.Â
Kita belum bisa percaya sepenuhnya pada orang lain disekitar. Kita belum percaya adanya kesetiakawanan sosial yang nyata, yang mustinya saling menjaga satu sama lain. Gowes menjadi pilihan terbaik, menghindarkan diri dari interaksi yang berdekatan dengan orang yang 'abai' tadi. Stay away from 'Covidiot'.
Fenomena ketidakpercayaan pada 'kesehatan' public transport?
Ketidakpercayaan pada transportasi umum juga mendorong masyarakat menggunakan sepeda. Bukan tidak banyak orang yang sebetulnya lebih menyukai naik angkutan umum pergi bekerja. Entah bus, entah minibus, entah Commuter Line, entah Ojek atau Taksi. Naik saja, duduk manis, bisa sambil tidur atau membaca buku, lalu sampai di tujuan. Ketimbang harus menyetir sendiri, atau naik sepeda motor, atau naik sepeda sekalipun.Â
Namun situasi memaksa. Siapa yang bisa menjamin bahwa transportasi umum itu higienis. Rutin disemprot disinfektan? Atau rajin dicuci setiap hari? Belum tentu kan? Padahal ada banyak yang harus disentuh tangan.Â
Tentu sangat rentan tertular jika tidak benar steril. Nah, daripada mengambil semua risiko itu. Terpaksa lah mendadak sepeda. Demi melindungi diri dan keluarga dari infeksi Covid-19.Â
Padahal naik sepeda ini pun resikonya besar, mengingat belum semua kendaraan bermotor mampu menghormati pesepeda layaknya negara maju. Yang mana pejalan kaki dan pesepeda selalu mendapat hak istimewa.
Jadi apakah memang mendadak sepeda ini bentuk ketidakpercayaan sosial? Ya kembali ke masing-masing individu.Â
Sekian dan Salam.