Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Membunuh Pembawa Pesan, Giliran Andi Arief Korbannya

15 Agustus 2018   14:37 Diperbarui: 15 Agustus 2018   14:52 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Membunuh pembawa pesan. Sebuah cara yang dilakukan para pendukung kandidat para politisi di Indonesia akhir-akhir ini. Dulu waktu Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta, para pendukungnya sering melakukan ini. Setiap kritik atas kebijakan yang dibuat Ahok, baik terkait pembangunan 6 tol hingga reklamasi, langsung ditanggapi oleh pendukungnya dengan cara menyudutkan pengkritiknya.

Para pendukung Ahok saat itu, langsung 'membunuh' karakter para pengkritiknya dengan sebutan-sebutan kasar, seperti haters hingga pencari proyek. Setelah Anies menjadi Gubernur DKI, hal yang sama juga terulang. Setiap orang yang melakukan kritik pada Anies langsung dicaci sebagai 'cebong' oleh pendukungnya. Sementara pesan yang disampaikan oleh pembawa pesannya tidak pernah menjadi bahan diskusi yang konstruktif.

Tujuan dari para pembunuh pembawa pesan itu adalah menghancurkan reputasi para pembawa pesan, sehingga pesan yang disampaikan menjadi nampak tidak relevan. Sementara pesannya sendiri menjadi hilang ditelan bumi.

Kali ini korbannya adalah Andi Arief, mantan korban penculikan aktivis di tahun 1998 yang kini menjadi Wakil Sekjend Partai Demokrat. Beberapa waktu yang lalu Andi Arief mengirim pesan melalui akun twitternya mengenai dugaan mahar yang dilakukan oleh Sandiaga Uno kepada dua PKS dan PAN. 

Pada 10 Agustus 2018 misalnya, Andi Arif melalui akun twitternya (@AndiArief_) mengungkapkan, "Soal Mahar 500 M masing2 pada PAN dan PKS itu yang membuat malam itu saya mentuit jendral kardus. Besar harapan saya dan partai Demokrat Prabowo mwmilih Cawapres lain agar niat baik tidak rusak"

Bagaimana respon dari pernyataan Andi Arief itu? Alih-alih membahas isi substansi pernyataan Andi Arief di twitter. Justru yang muncul adalah komentar-komentar yang menyudutkan Andi Arief sebagai pembawa pesan. Bahkan sebagian pesannya ada yang bernada rasial.

Akun dengan nama  @Karikatur 29 misalnya membalas tweet Andi Arief dengan mempertanyakan asal usulnya. "Benar2 keji anda ini, anda org Indonesia atau china??? @prabowo salah satu jendral terbaik bangsa ini dn mungkin yg paling membanggakan bangsa ini. Atau anda musuh dlm selimut???"

Apa coba kaitannya ungkapan Andi Arief itu dengan China atau Indonesia? Tidak ada. Ini hanya upaya membunuh para pembawa pesan agar pesan yang diungkapkan sang pembawa pesan menjadi tenggelam.

Ada balasan ke Andi Arief yang justru bias gender. Twiit balasan dari akun @ull_bima misalnya, "Ngeyel bangat bang @AndiArief_ ini kayak cewek aja mulutnya, kita fokus aja utk pemenangan @prabowo - @sandiuno agar Indonesia sejahtera dan adil disegala bidang."

Kenapa kemudian dikaitkan dengan cewek (perempuan)? Persoalan dugaan mahar itu sejatinya tidak ada kaitannya dengan jenis kelamin tertentu. Tapi kenapa bisa muncul kicauan seperti itu? Jawabannya jelas, membunuh para pembawa pesan. Tujuannya, selain agar pesan yang dibawa pembawa pesan tenggelam juga agar sang pembawa pesan bungkam.

Ini tentu sebuah gejala yang tidak baik bagi demokrasi. Jika di era Orde Baru, orang dibungkam dengan senapan. Kini orang dibungkam dengan cara dibunuh karakternya. Ya demokrasi kita sedang sakit. Kegemaran membunuh pembawa pesan adalah salah satu gejalanya. Gejala lainnya tentu saja munculnya isu adanya mahar politik, baik dalam pilkada maupun pilpres kali ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun