Sesekali saya ratapi diri,berangkat pagi mengais rezeki pulang malam menghitung untung. Begitu esok harinya,begitu seterusnya.
Ah,rasanya hidup ini hanya berhitung terus. Berhitung pendapatan selama sebulan,berhitung untung per 30 hari,berhitung tabungan pe satu tahun. Tapi lupa dengan hitungan sebenarnya. Yaitu, berhitung seberapa banyak kebaikan yang sudah  ditabung. Begitu pelitnya kita !!
Sampai-sampai, rasa takut kekurangan harta benda terus membayang-bayangi jika ingin bersedakah. Duh! Segitunyakah diri ini. Secinta itukah diri ini pada dunia? Tidak.
Aku,kami, tidak ingin dunia ini menggelapkan tujuan hidup.Â
Begitu pelitnya kita!! Padahal perjanjian hidup adalah mengabdi. Tapi,setelah berangsur-angsur merasa nikmatnya hidup,akhirat tak lagi diingat bahkan akhirat hanyalah dijadikan sebagai legenda. Duh! Dzolimnya diri ini. Hinanya aku.
Semoga, dengan menyadarinya, saya, dan kita semua. Ini menjadi awal,dunia hanyalah permainan,hanyalah tempat perbanyak bekal. Sehingga "sadar" itu mengubah kata "begitu pelitnya kita" menjadi "begitu dermawannya ki
ta".