Mohon tunggu...
Firdausi Nuzula
Firdausi Nuzula Mohon Tunggu... Jurnalis - Anak laut

selembut air

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenapa Harus Menangis?

14 September 2017   23:59 Diperbarui: 15 September 2017   00:23 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menangis bukan berarti cengeng,justru menangis adalah jalan kekuatan. Kuat dalam mengekspresikan dosa lewat tangis.

Dulu,saya sempat menjadwal tangis dalam hidup. Setiap seminggu sekali,tepatnya di malam Jum'at. Di malam ini,saya biasakan memaksa agar diri ini menangis. Jika tidak berhasil,saya uras tangis itu dengan paksa,sampai sajauh mana ia (tangis)menyesali sitiap dzolim,kejahatan yang diperbuat beberapa hari sebelum Jum'at tiba.

Rutin kebiasaan itu saya lakukan, hingga setiap malam Jum'at tiba. Saya harus rela untuk menangis. 

Menangisi setiap kejahatan yang diperbuat,menyesali setiap kedzoliman dilakukan, dan merenungi rangkaian dosa-dosa yang telah dilakoni. 

Alhamdulillah,sesal kala itu sering berhasil mengundang tangis. Sehingga tidak repot-repot aku menunggu tangis. Menunggu saat tersakiti baru bisa menangis.

Sekarang, entah kenapa, tangis itu susah sekali mengetuknya apalagi mengundangnya. Sehingga kebiasaan-kebiasaan dulu itu, tidak lagi masuk daftar jadwal muhasabah. Saya yakin, ini bertanda. Karena dosa-dosa bertumpuk mengalahkan amal,sesalpun sulit berkompromi mungundang tangis.

Ampuni kami ya, Rabb..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun