Mohon tunggu...
Pidato Semprul 17an Janu
Pidato Semprul 17an Janu Mohon Tunggu... pegawai negeri -

memunguti remah-remah pengembaraan...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Syekh Siti Jenar Roso Londo

12 Desember 2009   22:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:58 1956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Apakah hakikat dari segenap kenyataan yang ada? Di balik keberagaman ini itu aku kamu dia mereka, adakah yang menyatukan kita semua? Dalam refleksinya tentang dasar akhir dari segenap kenyataan yang ada, Spinoza (1632-1677) seorang filsuf Rasionalis Belanda, merumuskan konsep substansi sebagai hakikat dari segala eksistensi. Dalam perenungannya, Spinoza menemukan bahwa di balik beragam wujud benda-benda jasmaniah maupun bentuk-bentuk ruhaniah (pemikiran, perasaan), hakikatnya hanya terdapat satu substansi. Substansi tersebut merupakan sebuah kenyataan yang mandiri, yang ada pada dirinya sendiri dan dipahami melalui dirinya sendiri. Ia terisolasi dari kenyataan yang lain, sama sekali tidak tergantung kepada yang lain, dan tidak disebabkan oleh sesuatu yang lain (causa sui). Sifat substansi tersebut adalah abadi, tidak terbatas, mutlak dan tunggal/individual. Bagi Spinoza, hanya ada satu yang bisa memenuhi semua definisi tersebut, yaitu Allah. Dan karena Allah adalah satu-satunya substansi, maka keberadaan semua yang ada dalam alam semesta ini –jasmaniah maupun ruhaniah—hakikatnya adalah berasal dari Allah dan tergantung sepenuhnya kepada Allah. Beragam “individualitas” yang nampak dari benda-benda, aliran pemikiran, imajinasi dan sebagainya, sesungguhnya hanyalah merupakan modus (cara penampakan) dari Allah sebagai substansi satu-satunya. Lebih lanjut Spinoza mengatakan, bahwa “ada”-nya wujud segala sesuatu pun sejatinya hanyalah merupakan atribute dari Allah (persepsi intelek tentang representasi sifat hakiki) : badan/keluasan adalah atribute Allah (Deus est res extensa) dan jiwa/pemikiran sejatinya adalah juga atribute Ilahi (deus est res cogitans). Dalam cara pandang demikian, maka Spinoza menyimpulkan bahwa segenap wujud serta kenyataan dalam alam semesta hakikatnya adalah Allah! Alam dan Allah adalah dua hal yang identik dan kenyataan yang tunggal: Deus Sive Natura (Allah atau Alam). Perbedaan antara Allah dan alam sesungguhnya hanyalah soal istilah atau sudut pandang semata. Sebagai Allah, alam adalah natura naturans (alam yang melahirkan) yaitu sisi aktif/produktif dari alam. Sebagai dirinya sendiri, alam adalah natura naturata (alam yang dilahirkan) yaitu sisi pasif dari alam sebagai hasil tindakan sisi aktif. Tetapi hakikat substansinya adalah tunggal dan sama. Dari sudut pandang manusia, semesta dunia dilihatnya ada di dalam Allah dengan dua atribute-Nya (keluasan dan pemikiran). Maka ketika kita memandang dunia melalui atribute jiwa/pemikiran, kita menyebutnya sebagai “Allah”. Sementara itu, jika kita memandang dunia melalui atribute badan/keluasan, maka kita menyebutnya sebagai “alam”. Tetapi sekali lagi hakikat substansinya tetaplah tunggal dan sama: Deus Sive Natura....di balik jubah ini, ya Allah, ya Alam.... ..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun