Jika memang alasan permintaan adili Jokowi dianggap tidak masuk akal, atau mengada-ada dan tidak ada bukti pendukung sesuai kriteria ranah hukum silahkan sampaikan lewat dialog konstruktif dengan cara elegan di forum semestinya.
Sikap Kaesang Pangarep yang memainkan simbol-simbol bernada candaan itu justru bisa berbalik arah dimaknai publik sebagai tindakan meledek atau meremehkan, karena terkesan sarkastik. Lebih jauh dapat menimbulkan dugaan bahwa Kaesang Pangarep menyombongkan diri, tidak kuatir, dan menganggap gerakan itu hanya remeh temeh.
Kaesang Pengarep kerap tampil terkesan "nyeleneh"Â ketika menanggapi kritikan atau sorotan kepada keluarganya, terutama kepada ayahnya Joko Widodo. Cara menanggapi dengan cara santai, bahkan terkesan bercanda banyak memakluminya saat Joko Widodo masih menjabat sebagai presiden, karena memang saat itu Joko Widodo dimata sebagian besar rakyat tidak ada tercela, terlihat dari tingginya "approval rating"Â rating yang diperoleh.
Tapi semua pihak harus membuka mata hati, bahwa diujung masa jabatannya, Jokowi banyak diterpa penilaian negatif dari publik, terutama atas dugaan interpensi dirinya dan keluarganya mempengaruhi keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang diyakini untuk memuluskan jalan bagi Gibran Rakabuming untuk mencalonkan diri sebagai wakil presiden.
Pemerintah saat itu, termasuk Jokowi didalamnya mampu meredam penolakan dugaan rekayasa hukum itu, dan bisa melenggang menjalankan peraturan itu yang kemudian berhasil mengantarkan Gibran Rakabuming sebagai Wakil Presiden atas nama demokrasi dan pemilihan umum, tetapi harus dipertimbangkan bahwa justru keputusan MK yang dianggap sebagai rekayasa demi kepentingan sempit segelintir elit penguasa itulah jadi salah satu dasar penilaian terhadap Joko Widodo masuk nominasi salah seorang pemimpin terkorup menurut versi OCCRP.
OCCRP memiliki variabel tersendiri melakukan penilaian sesuai dengan visi dan missi organisasinya, dan hal itu ada benarnya sesuai kriteria mereka. Dan boleh-boleh saja Joko Widodo dan keluarganya tidak sepakat dengan pendapat OCCRP, karena itu hak mereka. Tetapi tidak semestinya menanggapinya lewat candaan belaka, apalagi dengan cara menganggapnya tidak berarti.
Agar tidak terkesan ada nada kesombongan dan merasa kuat dan berkuasa alangkah baiknya jika gerakan adili Jokowi dan penilaian OCCRP dihadapi dengan cara simpatik dan empatik. Kalau memang semua dugaan dan tuduhan itu tidak benar lakukan pembelaan dengan cara edukatif dan mencerahkan. Sehingga tidak muncul persepsi yang salah menganggap keluarga besar Jokowi terkesan sombong dan anggap enteng.
Rakyat juga ingin tau kebenaran alasan dibalik gerakan anti Jokowi, adili Jokowi dan nominasi pemimpin terkorup ala OCCRP agar paham persoalan sesungguhnya, dan tidak terjebak dalam berita bohong. Itulah pekerjaan rumah yang tersisa mesti diselesaikan mantan presiden Joko Widodo dimasa pensiunnya yang semestinya dapat menikmati waktu luangnya untuk kehidupan yang lebih damai dan bisa lebih dekat dengan rakyat yang mengagumi dan mencintainya.
Tetapi entah dimana salahnya, dan siapa penyebabnya ternayata setelah tidak menjabat sebagai Presiden, Joko Widodo masih saja disibukkan oleh dinamika dan pertarungan sengit politik. Jika hal ini berlangsung panjang maka akan menutup pintu bagi Joko Widodo menikmati posisi "Lengser keprabon madeg pandhito ratu".
Sebagai presiden yang sampai menjelang akhir jabatannya memperoleh"approval rating" lumayan tinggi, Joko Widodo semestinya dapat menikmati masa pensiun dan masa tuanya sebagai "pandhito ratu", yaitu falsafah Jawa yang bermakna sebuah konsep merujuk pada seseorang yang telah mencapai tingkat kebijaksanaan dan kekuatan batin yang tinggi, sehingga ucapannya memiliki nilai dan kedudukan sangat tinggi bagaikan seorang pandito atau guru maha bijaksana.
Atau setidaknya Joko Widodo memiliki posisi sebagai "guru bangsa"Â setelah tidak presiden lagi, sehingga anak-anaknya semestinya tidak jadi sumber beban lagi mendegradasi nilai kebajikan Joko Widodo. Maka anak-anaknya juga seharusnya menjaga diri dengan baik untuk terhindar dari perbuatan tercela yang menggerus nama baik Joko Widodo sebagai mantan presiden.