Mohon tunggu...
Daud Farma
Daud Farma Mohon Tunggu... Penulis - Pribadi

Pemenang Pertama Anugerah Sastra VOI RRI 2019 Khusus Siaran Luar Negeri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Iyyaki Hubbi

27 Oktober 2020   04:03 Diperbarui: 27 Oktober 2020   04:20 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini adalah kesekian kalinya ia mendapatkan kiriman biskuat, coklat dan surat dari seseorang yang menaksir dirinya, namun belum pernah sekalipun ia membalas kiriman tersebut. Alangkah penasarannya lelaki yang menaksir dirinya, sebab jangankan balasan bingkisan, biskuat, coklat dan surat, balasan senyum saat jumpa di kuliah saja pun ia tidak menghiraukannya. Mereka kuliah Kedokteran di Zagazig, salah satu provinsi Mesir dengan jarak tempuh dua jam lamanya dengan kereta api. Pemuda itu bertekad ingin mengkhitbah dan melangsungkan pernikahan apabila ia telah membalas bingkisan-bingkasan itu, karena pemuda itu yakin jikalau orang yang ditaksirnya membalas kirimannya, itu artinya ia mau menerima cintanya. Siang itu sehabis kuliah, Salma sedang berjalan menuju gerbang utama bersama dua orang sahabatnya Sarah dan Zainab. Begitu sampai di luar gerbang dan orang-orang telah jauh berjalan meninggalkan kampus, hanya mereka bertiga. Kemudian Zainab mengeluarkan bingkisan yang diberikan pemuda yang menaksir Salma, pemuda itu selalu mengirimkannya lewat Zainab saat perkuliahan usai. Seperti biasa, Salma menyuruh Zainab untuk membukanya, namun kali ini Zainab tidak mau, karena itu bukan untuknya, sudah cukup sering ia yang membuka kiriman yang diikutsertakan dengan perasaan mendalam itu.

"Silahkan, Salma sendiri yang membukanya!, aku jadi tidak enak sama kamu dan dengannya kalau keseringan membuka hak orang lain." kata Zainab sambil tersenyam-senyum, mereka duduk di bawah pohon kurma yang rindang, tidak jauh dari kampus. Salma membuka bingkisan itu, dan seperti biasa di sana ada potongan kertas kecil yang terselipkan di dalam bingkisan bolu coklat. Kertas kecil itu adalah ungkapan dari sanubari seorang pemuda yang hendak menghalalkan dengan segera, seorang pemuda yang telah sekian lama hanya bisa mengirimkan potongan kertas kecil berisi suara hati. Kertas kecil yang berbicara mewakili seorang pemuda yang membisu di kejauhan sana. Salma berharap semoga tulisan itu berubah, dan ia tidak ingin membaca tulisan yang seperti sebelumnya, ada alasan yang membuatnya kenapa ia tidak menyukainya. Akhirnya Salma membuka gulungan kertas yang digunting menjadi tiga inci itu, kertasnya berwarna pink. Ia buka perlahan, dan ia baca dengan saksama. 

"Uhibbuki ya, Ukhti Salma." segera ia gulung kembali dan ia selipkan di lembaran kamus yang ia timang, kamus Al-mujiz seharga lima pounds, lumayan tebal dan harganya terhitung murah, sehingga kamus itu diminati mahasiswa. Sarah dan Zainab tidak pernah membaca potongan kertas kecil itu, mereka juga penasaran apa isi yang tersirat? Yang mereka herankan ialah kenapa Salma belum membuka hatinya untuk pemuda yang mencintainya dan ingin menikahinya? Apakah pemuda itu tidak ganteng? Ganteng. Tidak shaleh? InsyaAllah shaleh. Tidak penyanyang? Bahkan dia sedang menyanyangi Salma lewat sikapnya yang ingin segera menghalalkan Salma, tidak membiarkan Salma menunggu lama dengan dipupuk kata-kata palsu yang tak bermakna, membuat oerasaan melayang namun senang sekejab merana selamanya. Apakah pemuda itu tidak perhatian? Malah pemuda itu sering mengiriminya pertanyaan lewat Zainab lalu Zainab ke Salma: apakah Salma butuh sesuatu yang bisa aku bantu, Zainab? Bukankah pertanyaannya itu sikap simpati? Selesai makan biskuat dan bolu coklat, mereka bertiga akhirnya kembali ke rumah masing-masing. Sampai di rumah, Salma mengaftikan handphone miliknya yang sudah penuh diisi batrai, ia cabut dari charger kemudian ia buka, ada inbox masuk dari pemuda yang mencintainya. Setiap kali ada kiriman coklat, pasti pemuda itu juga mengirim inbox via whatsapp, ia sudah menebak apa isi inbox itu.

"Uhibbuki ya ukhti, Salma." benar, kata itu-itu lagi dan lagi yang ditulis pemuda yang suka pakai kemeja biru navy itu dan ini inbox yang ke sekian kalinya. Sudah dua tahun, namun isi tulisannya belum berubah, padahal Salma hanya ingin diubah sedikit saja dari naskah sakral cinta itu. Dia juga mencintai pemuda yang menaksir dirinya, namun karena kalimat yang ditulis pemuda itu tidak sesuai dengan yang ia inginkan, itulah penyebab ia menjadi ragu. Salma tidak ingin banyak embel-embel kata dalam sebuah ungkapan, dia tidak ingin dibuat melayang dengan kata-kata manis-manja, dia ingin kata yang sederhana, kuat, penuh kejujuran, keyakinan dan ketegasan. Sementara pemuda itu tidak tahu apa yang diinginkan dan dimaksud oleh Salma, ia juga tidak tahu bahwa Salma cinta padanya, jikalau ia tahu, mungkin ia dan Salma sudah punya anak dua, sebab sudah lebih dua tahun lamanya ia menunggu balasan Salma, namun sampai saat ini Salma tetap dingin dan membisu. Angin sore berlalu membawa debu, pemuda itu masih termenung dan membisu. Hanya sudah banyak sekali rangkaian kata-kata menggoda dan memuji, tapi tak sedikit pun direspon Salma, jangankan menuliskan kalimat pendek seperti: hummm, dia balas pun tidak. Jangankan membalas, malah tidak ia baca sama sekali. Dalam pikirannya: lelaki semuanya sama saja: mendatangkan kalimat gombal setengah perasaan, di saat gombalnnya nancap, perasaan setengahpun melayang, sehingga tak jarang harapan-harapan ikut sirna setelah bersama. Sebab terlalu percaya dengan ungkapan yang tak punya penuh perasaan. Hanya di lidah saja. Namun apakah pemuda yang mengiriminya itu sama seperti laki-laki yang lain? Lelaki itu tidak putus asa, ya pemuda itu ada banyak kesamaan dengan lelaki penjual kata-kata, tapi ada sedikit perbedaan: bahwa ia istiqamah untuk mendapatkan gadis jelita yang makin hari kian membuatnya penasaran.

***

Lusa adalah hari jumat, hari libur untuk umat muslim, khususnya warga negara republik Mesir. Pemuda itu tentunya tidak datang ke kuliah, begitu juga Salma. Pemuda itu diajak temannya berlibur ke ibu kota Kairo. Selain ada keperluan ke Konsuler KBRI, mereka juga ingin menghadiri talaqqi di madhyafah di Darrasah Kairo. Pergi malam kamis kemudian pulang pada jumat malamnya. Dua jam kurang lebih lamanya perjalanan naik kereta apu. Temannya adalah orang Indonesia, sedangkan ia orang Malaysia. Dia hanya ikut menemani sahabatnya saja si Hamdi, dengan senang hati ia pun ikut. 

***

Akhirnya ia dan Hamdi mengikuti talaqqi untuk pertama kalinya, itu juga karena diajak oleh temannya yang kuliah di jurusan Bahasa Arab itu, kebetulan pelajaran hari ini adalah Balaghah bersama, Syaikh Bilal Sulaiman. Di tengah-tengah pelajaran, Syaikh Bilal Sulaiman memberikan contoh-contoh dari pembahasan pelajaran balaghah kali ini, hingga sampai ke permisalan tentang Cinta. Syaikh Bilal Sulaiman menjelaskan: 

"Perbedaan antara kalimat dan arti yang terkandung dari kalimat 'Ana uhibbuki dan Iyaaki hubbii' ialah beda maksud dan maknanya. Jika seorang suami mengatakan kepada istrinya 'Ana uhibbuki', berarti kemungkinan ia akan menikah lagi, sebab akan ada cinta selanjutnya, karena kalimat itu terlihat tidak sepenuhnya kuat dan tidak tegas, kalimat yang tak berujung. Namun jika memakai kalimat, 'Iyaaki hubbii', maka itu adalah kalimat 'takkid" kalimat penekanan, penguatan makna, maka layak dipercaya, sungguh tidak ada lagi cinta selanjutnya, sesudahnya maupun berikutnya. Hanya kepadamu dan dirimulah cintaku, itu adalah kalimat penegasan dan kalimat yang banyak disukai para akhwat yang mengerti perbedaannya, maka hati-hati mengungkapkan perasaan kepada istri yang mengerti kaidahnya!" 

papar Syaikh Bilal Sulaiman panjang lebar. Pemuda itu pun paham, ia tersenyum-senyum dan merasa bersyukur bisa hadir, ia baru tahu. Tidak sia-sia ia hadir talaqqi pada hari ini, ia berterima kasih banyak pada temannya yang mengajak dirinya. Pemuda itu juga baru sadar bahwa akhwat yang ia cintai selama ini ialah tamatan dari Tsanawiah Al-azhar Kairo yang kemudian tinggal di rumah sepupunya di provinsi zagazig untuk mengambil kuliah kedokteran. Pemuda itu tidak begitu tau banyak latar belakang Salma, ia hanya tahu bahwa Salma adalah orang Mesir, dan pemuda itu dekat sekali dengan ayahnya Salma, ayah Salma tidak jarang menyuruh pemuda itu jadi imam saat sholat berjamaah di masjid. Karena ketaatan ayah Salma yang tiap waktu ke masjidlah membuat pemuda itu yakin bahwa ia benar-benar mendidik anak putrinya dengan baik, pastinya putri yang shalihah. Parasnya yang cantik dan kulitnya putih, belasteran arab dan prancis, matanya sedikit biru, hidungnya sudah pasti mancung. Tidak pendek dan tidak ketinggian, tidak kurus dan tidak juga gemuk. Setiap pergi ke kuliah membawa mushaf. Mulutnya komat-kamit mengulangi hafalannya. Jalannya tidak tergesa-gesa, pelan tapi pasti. Matanya menunduk, namun hatinya telah disandra oleh pemuda yang secara sengaja mengatakan cinta padanya. Ia tidak dapat menolaknya, dia sangat mengerti bahwa cinta adalah anugerah. 

Keesokan harinya, hari sabtu untuk minggu baru, awal pekan. Pemuda itu membeli tiga bingkisan bolu coklat. Dan begitu pulang dari kuliah, ia langsung menemui Zainab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun