Berbelanja kebutuhan sayur mayur dan lauk pauk biasa saya lakukan di pasar tradisional. Biasanya, saya menyambangi pasar tradisional saat libur kerja, seringnya setiap sabtu pagi. Oleh karena saya tinggal di Depok, pasar tradisional yang paling dekat dengan tempat tinggal saya adalah Pasar Kemiri Muka.
Pasar Kemiri Muka merupakan pasar tradisional yang sangat terkenal bahkan sampai diluar wilayah Depok. Pasar ini membentang mulai dari Stasiun Depok Baru sampai belakang Mall Depok. Dalam pikiran sebagian besar orang, pasar tradisional adalah kumuh. Ya, dalam saat tertentu, ketika musim hujan turun, memang pasar Kemiri Muka menjadi becek. Tetapi, keadaan ini tak mengurangi minat orang-orang untuk berbelanja di Pasar Kemiri Muka.
Pasar Kemiri Muka memang terkenal murah, dibandingkan dengan pasar lain. Kalau saya sendiri selama tinggal di Depok, baru berbelanja di Pasar Baru Nusantara Raya dan Pasar Kemiri Muka. Setelah beberapa lama membandingkan, terutama pertimbangan rupiah, pilihan saya akhirnya jatuh ke Pasar Tradisional Kemiri Muka, karena dengan jumlah rupiah yang sama, ternyata jumlah belanjaan yang bisa saya bawa pulang lebih banyak jika saya belanja di pasar tradisional.
Arah kedatangan saya dari arah Beji, begitu mendekati stasiun Depok Baru, di kiri kanan jalan bawah fly over Arif Rahman Hakim, banyak pedagang menggelar dagangan yang membuat jalanan macet, apalagi jalan itu juga dilalui angkot yang menurunkan penumpang di sembarang tempat. Aneka macam dagangan tertata di situ. Pedagang sayur mayur, jagung, ikan, ayam, kelapa, ubi dan ketela, memenuhi ruas jalan. Teringat, dulu teman kerja saya yang sering ketinggalan kereta, karena untuk masuk ke parkiran harus bersaing jalan dengan sesama pemotor, angkot, becak, pedagang dan pembeli.
Saya tak biasa belanja di pinggir jalan itu, takut saja kalau sedang asyik memilih-milih, tiba-tiba kena seruduk becak atau angkot. Makanya saya memilih ke pasar Kemiri Muka beneran dengan risiko harus menyeberangi rel setelah melewati jalan kecil di tengah-tengah tembok antara parkiran motor dan stasiun Depok Baru yang juga digunakan oleh pedagang untuk menggelar dagangannya. Para pejalan kaki harus berjalan hati-hati dan terpaksa berhenti, minggir ketika berpapasan dengan pejalan lain dari awah berlawanan saat berjalan di tengah jalan sempit ini. Saat hendak menyeberangi rel, jangan lupa toleh ke kiri dan ke kanan. Setiap saat KRL Arah Depok/Bogor-Jakarta dan sebaliknya, melintasi jalur ini.
Mengapa kebanyakan orang malas belanja ke Pasar Tradisional? Mungkin sebagian orang berpendapat kalau pasar tradisional itu kumuh dan becek, ya itu benar tapi itu terjadi hanya saat musim hujan. Trus, adajuga yang berpendapat, ikan-ikan yang dijual tidak segar, atau ayamnya banyakan gede karena suntikan. Itu ada benarnya, tapi tak semuanya benar. Untuk menghindari becek, biasanya saya hanya belanja di pinggir-pinggir pasar saja, tak perlu masuk ke dalam. Agar dapat ikan yang masih segar, saya usahakan belanjanya pagi-pagi, sehingga bisa leluasa memilih. Agar ayam yang saya beli benar-benar asli, saya beli di langganan yang biasa saya panggil Pakde.Ayam langsung dipotong di tempatnya, bisa ditunggu.
Selain mendapatkan barang belanjaan dengan harga murah, saya juga bisa berkomunikasi langsung dengan para pedagang dan juga ada tawar menawar harga. Sedangkan jika belanja di supermarket kita hanya comot-comot barang saja dan membayar di kasir, tanpa ada komunikasi dan tawar menawar. Memang sih, biasanya harga jadi hanya berbeda seribu dua ribu dengan harga yang ditawarkan, tapi kalau bisa ditawar kan lumayan. Kadang-kadang, untuk tahu berapa harga sayuran yang akan dibeli, kita tak perlu langsung bertanya ke penjualnya, karena mereka dengan semangat sudah berteriak-teriak menyebutkan harga jualannya. "Timun 1 kilo Rp 4.000, Labu besar 3 biji Rp 2.000, bawang merah besar 1 kilo Rp 10.000". Teriakan-teriakan itu tentu saja mengundang orang-orang untuk mendekat ke lapak. Namun, ada kalanya kita juga harus waspada dengan siasat cerdik mereka. Contohnya, suatu waktu, harga 1 kilo jamur tiram Rp 12.000. Saya sudah membelinya pada pedagang sebelumnya di ujung pasar. Saat saya hendak membeli cabai pada pedagang lain, pedagang tersebut meneriakkan harga jamur tiram setengah harga yang saya beli. "Jamur tiram Rp 6.000. Jamur Tiram Rp 6.000". Pikir saya, waduh, tahu gitu saya beli disini, lebih murah. Eh, banyak ibu-ibu yang berdatangan dan langsung memilih-milih jamur tiram. Begitu membayar untuk 1 kilo dikenai harga Rp 12.000. "Tadi kan si abang bilangnya Rp 6.000, kok jadi Rp 12.000" tanya seorang ibu yang merasa dirugikan. "Yee, ibu. mana ada jamur tiram bagus begini sekilo Rp 12.000. kan saya bilang Rp 6.000 nya dua kali". Mau tidak mau si ibu pun membayar dengan wajah cemberut.
Saya puas berbelanja di pasar tradisional Kemiri Muka. Dengan belanja sebanyak Rp 150.000 (untuk satu minggu), saya bisa bawa pulang banyak belanjaan. 1 ikat kangkung, 1 ikat bayam, masing-masing 1/2 kg cabai merah keriting, bawang merah, kacang panjang, wortel, kol, baby kailan, buncis, brokoli, 3 labu, tahu, tempe, 1 ekor ayam, 1 ekor ikan patin, beberapa ekor ikan bawal hitam, beberapa ons cumi dan udang, ikan
panggang dan 1/2 kg telor.
Harga BBM yang rencananya akan dinaikkan per 1 April 2012, akan berimbas pada kenaikan harga kebutuhan pokok, biaya transportasi dan harga makanan dan minuman siap santap. Tentunya, dengan kenaikan harga-harga tersebut membuat ibu rumah tangga (ibu bekerja pun tetap disebut ibu rumah tangga) harus pintar-pintar mengatur keuangan agar dapur tetap ngebul dan standar hidup tidak turun. Salah satu tipsnya ya belanja di pasar tradisional. Kalau bisa dapat harga murah kenapa nyari yang mahal?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI