Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kembali Ke Ktsp Berbasis Kebinekaan

10 November 2014   23:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:08 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belum usai kontroversi kurikulum 2013 (kurtilas) dengan pernyataan akhir Mendikdasmen Anies baswedan yang ingin mengevaluasi Kurtilas, Presiden Joko Widodo mengungkapkan kurangnya kemampuan kurtilas memenuhi tuntutan SDM dalam Visi kemaritiman kita.

Menurut hemat penulis, memang Kurtilas memiliki kelemahan jika dilihat dalam konteks idealisme pendidikan suatu bangsa. Kurtilas yang lebih berorientasi menjawan tantangan eksternal terutama responssif terhadap Globalisi tentu belum mengakomodir visi kejayaan maritim bangsa Indonesia sebagai sebuah kesadaran baru erkait potensi negeri bahari ini.

Kelemahan idealisme itu akhirnya juga harus dilengkapi dengan kelemahan pendekatan, dimana pemenuhan untuk menjawab tantangan globalisasi yang lebih bersifat "pragmatis' sesuai penilaian kebutuhannya (Need Assasment), menuntut penyesuaian dengan pendekatan "copy paste dari sononya". sehingga kita lupa bahwa ada beda signifikan antara Andragogy dan Pedagogy,pada pendidikan dasar dan menengah (untuk pendidikan tinggi Andragogy lebih tepat). Kurikulum 2013 benar benar menunjukan KESILAUAN kita kepada para PESOHOR DUNIA hingga kita lura peserta didik kita lebih butuh apa.

Kurikulum 2013 lebih diorientasikan menjawab tantangan eksternal (Globalisasi) dari pada menanamkan nilai nilai ideologis sebagai bangsa yang berbineka tunggal ika. Dimana idealnya kelas menjadi miniatur Indonesia dengan segala keunikannya.

Sudah barang tentu ketika harus menjawab tantangan internal untuk menjadi Bangsa Maritim yang Tangguh, Kurikulum 2013 kurang dapat diandalkan. Namun demikian, pergantian kurikulum 2013 menjadi kurikulum yang diharapkan mampu mengakomodir tuntutan visi Kermaritiman tentu saja akan menimbulkan gejolak tersendiri. Paling tidak stagnasi "ganti menteri ganti kurikulum" terus berlanjut.

Menurut hemat kami, kembali ke kurikulum KTSP adalah alternatif terbaik, karena :
1. Tidak terjadi pergantian kurikulum, karena pada hekekatnya kurikulum 2013 adalah kurikulum KTSP yang termodifikasi pada aspek pendekatan dan penilaian.


2. KTSP memungkinkan mengakomodir visi kemaritiman melalui perumusan indikator-indikator atau muatan lokal pada Satuan pendidikan yang cocok dengan pengembangan kemaritiman (Satuan pendidikan wilayah Pesisir).

3. Untuk wilayah lain, dataran rendah, dataran tuinggi maupun pertambangan, dapat dirumuskan indikator-indikator sesuai wilayahnya, termasuk wilayah agraris, agro industri, Industri atau jasa. Dengan cara demikian, pendekatan ekonomi kreatifpun dapat diaplikasikan sesuai keunggulan masing-masing wilayah.

Kembali ke kurikulum KTSP berarti tidak ada pergantian kurikulum, sementara pendekatan saintific dapat diaplikasikan sesuai kebutuhan. tentu saja pendekatan yang spesifik dengan karakter peserta didik adalah yang utama. Tanpa mengganti kurikulum tetapi dapat mengakomodiri visi kejayaan maritim, sekaligus memanfaatkan Kurtilas yang diperlukan.

Dengan berbagai keanekaragaman, berarti proses, pendekatan dan penilaian/evaluasi sudah barang tentu bisa beragam, yang terpenting adalah tetap ada di jalur penilaian/evaluasi pendidikan. Hal ini berkosekuensi tidak diperlukannya Ujian Nasional yang terkait dengan penenrtuan kelulusan. Walau demikian Ujian Nasional dalam konteks kendali mutu untuk bidang-bidang tertentu (MIPA, SOSEK, SOSBUD dll) masih dapat diakomodir.

Demikian juga pendekatan Andragogy dan Pedagogy dapat diaplikasikan secara berjenjang dan bertahap. Pada Pendidikan Dasar awal (Kls 1 - 3) mutlak Pedogogy, Pada Kelas 4 - 6, mulai diperkenalkan Andragogy secara selektif dengan dominasi Pedagogy. Andragogy terus ditingkatkan hingga 25 % pembelajaran di kelas 7 - 9. Sedangkan pada pendidikan menengah (SMA) Porsi andragogy ditingkatkan dari 50 % (Kls X), 60 % (Kls XI) dan 75 % (Kls XII), sedang pada Pendidikan Tinggi tentu 100 % Andragogy.

Mudah-mudahan KTSP berbasis Keanekaragaman ini dapat bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun