Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berpancasila Melalui Kebiasaan Hidup

31 Mei 2016   14:31 Diperbarui: 31 Mei 2016   14:38 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berbagai fenomena kehidupan berbangsa di negara Indonesia tercinta hingga saat ini yang dinilai semakin lunturnya nilai-nilai moral bangsa (pancasila) di mass media maupun sosial media terjadi diskursus yang memaparkan dua pemikiran yang saling berhadapan secara diametral dalam upaya mengembalikan moral bangsa, terutama generasi muda dan lebih khusus lagi moral peserta didik dalam konteks pendidikan. Satu sisi berpendapat perlu diajarkannya kembali mata pelajara PMP, di sisi yang lain membangun moral Pancasila perlu melalui pembiasaan yang intens, artinya akan lebih baik jika muatan "Pancasila" sebagai "muatan karakater bangsa" diintegrasikan dan diajarkan oleh semua guru, sehingga intensitas pembiasaannya akan tinggi. 

Jika kita mengamati dengan cermat siapa yang melakukan berbagai kerugian bagi negara melaluikorupsi,kolusi,manipulasi, maka akan ceto welo-welo mereka adalah "alumni" produk pembelajaran PMP, bahkan, melihat usianya maka mereka adalah anak-anak bangsa yang ketika masuk belajar di semua tingkatan pendidikan termasuk masuk ke perguruan tinggi melalui proses Indokrinasi butir-butir P4 melalui penataran yang disaratkan bagi mereka. Bahkan penataran ini menggantikan nilai MKDU Pancasila I (Pancasila sebagai yuridis ketata negaraan), dan Pancasila 2 (Filsafat pancasila) yang penulis tempuh saat semester 1 (Pancasila 1) dan Filsafat pancasila (pancasila sebagai pandangan hidup dan cita-cita bangsa) pasca menempuh 120 SKS (program sarjana). 

Melalui tulisan berjudul Membangun Karakter = Membangun Mindset yang penulis publikasikan pada tanggal 23 mei 2011 (5 tahun lalu),penulis sampaikan sebagai berikut : Tafsir tunggal rezim akan Pancasila yang tertuang dalam “buitir-butir P4” dan diindokrinasi melalui berbagai penataran yang menguras tidak sedikit sumber daya, seakan menjadi sia-sia mana kala kita mengalami dalam realitas berbangsa, butir-butir itu sekedar menjadi hafalan tanpa makna. Ironisnya, nilai-nilai luhur yang tercantum didalamnya, secara terang-terangan dikangkangin oleh ORBA itu sendiri. Dan faktanya, hal itu masih terus berjalan sampai saat ini.

Dalam kontek Nation Charackter Building,membangun karakter bangsa, semestinya adalah membangun semestinya adalah membangun karakter Pancasila.   yakni untuk dapat menerapkan Kebiasaan berperilaku secara spontas sesuai nilai-nilai Pancasila, Pancasila sebagai kepribadian bangsa harus mampu mendorong bangsa Indonesia secara  keseluruhan agar tetap berjalan dalam koridornya yang bukan berarti menentang arus  globalisasi, akan tetapi lebih cermat dan bijak dalam menjalani dan menghadapi tantangan dan peluang yang tercipta. Bila menghubungkan kebudayaan sebagai karakteristik bangsa dengan Pancasila sebagai kepribadian bangsa, tentunya kedua hal ini merupakan suatu kesatuan layaknya keseluruhan sila dalam Pancasila yang mampu menggambarkan karakteristik yang membedakan Indonesia dengan negara lain. 

Perlu disampaikan disini,bahwa Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran karena pikiran, yang di dalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk dari pengalaman hidupnya, merupakan pelopor segalanya. Program ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya dapat membentuk pola berpikirnya yang bisa mempengaruhi perilakunya. 

Jika program yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan kebahagiaan. Sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum universal, maka perilakunya membawa kerusakan dan menghasilkan penderitaan. Oleh karena itu, pikiran harus mendapatkan perhatian serius,itulah yang disebut sebagai membangun karakter=membangun mindset. 


Jika ditinjau dari segi bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi tertentu.  

Memperhatikan pengertian karakter yang demikian maka  ternyata karakter dan akhlak tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran lagi karena sudah tertanam dalam pikiran, dan dengan kata lain, keduanya dapat disebut dengan kebiasaan. Dengan demikian karakter bangsa Indonesia adalah kebiasaan bangsa yang dilandasi oleh apa yang tertanam dalam fikiran bangsa Indonesia dalam berkehidupan sebagai bangsa indonesia dan bagian dari bangsa-bangsa di dunia. 

Dari pemahaman kita tentang karakter, maka diperlukan Proses penanaman dalam diri anak-anak bangsa mnelalui pembiasaan yang berkesinambungan. dengan demikian, penulis sepaham dengan Mendikbud Anies baswedan yang menekankan pendekatan pembiasaan dalam menanamkan nilai-nilai pancasila.  

karena memang Penanaman karakter tidak bisa hanya fakultatif  hanya melalui  mata pelajaran tertentu saja, sebagai misal pelajaran PMP saja seperti dulu, Apalagi sekedar diindokrinasi melalui penataran-penataran dengan butir-butir P4 nya. Coba perhataikan,pejabat, biroklrat,yang terbukti korupsi, adalah produk dari mereka yang ditempa melalui penataran p4 saat masuk di semua level pendidikan. Prinsip membangun karakter adalah dengan membiasakan terus menerus, jika semua guru mengajarkan pancasila tewrutama melalui tindakannya, dan dilakukan oleh peserta didik maka akan terbangun karakter Pancasila itu. 

Sementara itu,upaya untuk mendidik anak-anak bangsa menjadi wrga negara yang tahu hak dan kewajibannya, yang sadar akan tanggung jawabnya, dan turut berpartisipasi sangat tepat diberikan secara khusus dalam pembelajaran kewarganegaraan, atau pembelajaran Civiic yang kami terima saat SD di tahun 70-an. Sudah barang tentu karena Pancasila berkedudukan sebagai yuridis ketatanegaraan dan sumber hukum NKRI,maka dalam pembelajaran kewarganegaraanpun dipelajari pancasila dan undang-undang dasar (UUD 1945).  pembelajaran kewarganegaraan ini sudah selayaknya tidak sekedar mengetahu apa dan mengapa, tetapi karena pembelajaran ini mempersiapkan peserta didik untuk dapat melakukan tanggung jawabnya sebagai warga negara, maka pembelajaran Kewrganegaraan ini harus sampai pada taraf know how, terampil, misalnya terampil bermusyawarah, terampil dalam pengawasan dll. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun