Berita tentang HRS seakaan tidak pernah berhenti. Ada saja yang bisa dibuat berita heboh terkait dengan HRS. Setelah seakan HRS nebjadi figur penting dalam penentuan Capres - Cawapres khususnya Prabowo yang ingin menuai dukungan dari popularitas HRS hingga kepulangannya menjadi salah satu dari point penting Pakta Integritas GNPF 2, kini merebak menjadi tokoh yang seolah "dirundung" malang, padahal sebelumnya sepertinya dipastikan HRS kembali ke Indonesia 29 September 2018 .
Entah alasana yang sebenarnya apa, simpang siur berita yang beredar seakan justru semakin meningkatkan popularitas HRS. Sudah barang tentu, sejalan dengan naiknya popularitas HRS, kian menaikkan pula popularitas Capres-Cawapres yang memanfaatkan nama HRS. Apalagi dengan menempatkan HRS sebagai pihak yang dikuya-kuya, seakan didzalimi oleh Petahana, yang dibumbui dengan persikusi, isue PKI dan bumbu lainnya, sangat lengkap menjadi pelengkap bumbu untuk menarik "simphati' pemilih melalui politik identitas yang dijalankan.Â
Sebenarnya, seperti penulis sampaikan melaui berbagai kesempatan, penerapan politik identitas dalam kaitan pengusungan Prabowo sangatlah tidak tepat, sebab, Prabowo secara pribadi sangat tidak layak jika diusung dalam kontek "identitas Islam", yang membutuhkan kriteria tertentu sebagai pemimpin islam. Namun nampaknya tidak ada pilihan lain bagi Prabowo untuk mendapat dukungan suara mayoritas kaum muslimin Indonesia, kecuali memanfaatkan kepopuleran HRS dengan segala romantikanya.Â
Sebenarnya. dalam konteks HRS Kepolisian Indonesia bisa saja meminta bantuan polisi setempat untuk mencari keberadaan Rizieq. Â Apalagi, dalam kunjungan Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud ke Indonesia, pada Maret 2017 telah ditandatangani kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi dalam berbagai bidang. Salah satu nota kesepahaman yang ditandatangani adalah perjanjian kerja sama dalam pemberantasan kejahatan antara Polri dan Kementerian Dalam Negeri Kerajaan Arab Saudi.
Namun sejauh ini antara Indonesia dan Arab Saudi belum memiliki perjanjian ekstradisi. Sehingga jika pun Rizieq memang ada di Saudi, kecil kemungkinannya Indonesia bisa meminta ekstradisi.Apalagi,konon, kasus HRS tidaklah layak untuk memperoleh dukungan interpol karena hanya kasus ecek-ecek, bahkan wacana pemerintah yang ingin menggunakan interpol justru mendapat cibiran dari oposisi waktu itu. Tambahan lagi, kasus HRS konon sudah di SP3 kan, dengan demikian alasan apa yang dijadikan pemerintah untuk meminta bantuan Pemerintahan Saudi ?Â
Fakta bahwa selama ini HRS bebas beraktivitas bahkan ditemui oleh pihak-pihak yang memanfaatkannya menunjukan bahwa pemerintah tidak mengusik keberadaan HRS. Namun jika kini konon surat izin tinggal sudah habis maka tidak selayaknya menyalahkan pihak lain. Disisi lain, agar apa yang menimpa HRS tidak dimanfaatkan oleh pihak oposisi, penulis berharap pemerintah melakukan tindakan yang memang harus dilakukan sebagaimana lazimnya, apalagi jika HRS ingin segera kembali ke Indonesia.
Namun jIka yang terjadi sebagaimana isue yang beredar, bahwa HRS tidak mau kembali ke Indonesia, karena Presidennya Jokowi, maka ada baiknya HRS meminta suaka ke negara-negara yang mungkin akan memberikan suaka politik padanya, jika memang ia merasa korban politik, karena nampaknya Jokowi berpeluang sangat besar terpilih lagi menjadi presiden RI di Pilpres 2019.Â
Sipang siur nasib HRS di Saudi, boleh jadi ada yang yang berdendang :
Siapa suruh datang Saudi
Siapa suruh datang Saudi
Sendiri saja sendiri rasa
adu hai sayang...