22 tahun bergelut di bidang hospitality, Bimo Setyawan menilai fresh graduate jaman sekarang mengalami penurunan kualitas. Kurang siap dengan dunia kerja yang sesungguhnya. Sikap (attitude) yang menjadi modal terpenting dalam bisnis ini, justru di nomor kesekiankan.
Bukti ketidak-siapan itu sering ia temui di lapangan. Begitu pula dengan beragam penilaian miring dari pihak manajemen hotel. Berulang kali ia mendengar keluhan seperti, tidak siap kerja, ingin serba instan, knowledge minim dan attitude kurang bagus.
"Terjadi gap antara apa yang diajarkan di kampus dan kondisi kerja di industri (hospitality) saat ini. Padahal lulusan D1 dari sekolah pariwisata ternama. Attitude dilupakan," ujarnya ketika berbincang, Jumat (29/12/17) sore kemarin. Kekecewaannya kian bertambah lantaran sekolah itu mematok harga selangit. Belasan juta satu tahun.
Berangkat dari kejadian tersebut, serta dorongan dari salah satu rekan dekat bisnisnya, pria penghobi jam tangan merek 'Suunto' itu rela melepas jabatan sebagai General Manager di salah satu hotel berbintang di kota Semarang. Â Dia memilih keluar dari zona nyaman demi mengembalikan napas hospitality yang sebenarnya, dengan membuka sekolah bernama, "Semarang Hotel School".
Dunia Mengajar
Pria lulusan STP Bandung-Jawa Barat angkatan '95 itu mengatakan bahwa transfer ilmu merupakan kegiatan yang amat menyenangkan. Terlebih melihat anak didiknya berhasil dan sukses di dunia kerja. "Itu kepuasan hakiki bagi seorang tenaga pendidik. Ilmu dan pengalaman buat apa sih dibawa mati sendiri? Lebih baik diturunkan. Apalagi kalau sampai membantu orang lain bisa kerja," tuturnya santai.
3 poin utama yang disampaikan oleh dosen-dosen STP Bandung, selalu ia pegang teguh hingga kini. "Attitude, knowledge dan skill. Ketiganya akan terus berlaku dan dipakai sepanjang hidup. Attitude nomor satu," kenangnya.
Semarang Hotel School
Lantas apa yang menjadikan Semarang Hotel School berbeda dengan sekolah pariwisata lain?
Keunggulan lain dari Semarang Hotel School ialah, tenaga pendidik yang berpengalaman. Puluhan tahun di dunia hospitality. Nantinya, sistem perkuliahan akan difokuskan pada praktik ketimbang teori. Dengan persentase perbandingan antara 80% praktik dan 20% teori. "Kita juga sudah bekerja sama dengan berbagai hotel bintang 3, 4 dan 5 di Semarang untuk praktik lapangan," ujarnya.
Sekolah yang Bimo Setyawan dirikan bukan lah produk massal. Artinya, hanya berisikan (maksimal) 10 orang dalam satu kelas. Dengan begitu, proses belajar mengajar akan berjalan maksimal dan fokus. Ilmu yang diajarkan juga bisa diaplikasikan ke pelayaran kapal pesiar. "Sehingga lulusan yang dihasilkan punya daya saing tinggi. Tidak kalah dengan sekolah-sekolah lulusan lain," tekannya.
Sekolah dengan tagline 'Let's Make a Difference' itu memiliki 2 jurusan, yaitu: Room Division (Front Office, Housekeeping, Laundry) dan Food and Beverages (FnB).
Dalam jangka panjang, akan dibuka 2 program baru lain. Jurusan tersebut, diyakini akan jadi pelopor di Indonesia. Yakni program Hotel Engineering dan Hotel Accounting.
Generasi Millenial dan Multiplier Effect
Perilaku itu, sedikit banyak, telah mendongkrak pertumbuhan industri hospitality. Hal itu bisa dilihat dari tingginya penjualan tiket maskapai penerbangan, tingkat okupansi penginapan (khususnya hotel bintang 3) dan lain sebagainya. "Dengan gaya hidup anak muda yang hobi berpelesir, imbasnya kemana-mana. Istilahnya 'Multiplier Effect'. Kebutuhan akan SDM pasti akan meningkat juga. Sekarang bagaimana kita mendidik tenaga kerja yang berkualitas dan juga ber-attitude," tutupnya.
Ingin berkenalan jauh lebih dalam dengan Bimo Setyawan? Bisa dihubungi di 087771071764 atau email: bim.setyawan@gmail.com