Mohon tunggu...
Darmawan bin Daskim
Darmawan bin Daskim Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang petualang mutasi

Pegawai negeri normal

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Berharap Mimpi Maret 2021 tak Jadi Nyata

10 September 2021   14:23 Diperbarui: 10 September 2021   15:09 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apakah instansi yang sudah berpredikat WBK WBBM identik sudah tidak ada korupsi?" tanya seorang peserta webinar Bimbingan Mental Integritas kepada narasumber Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi KPK.

Sejak adanya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang Pedoman Pembagunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah,

setiap instansi pemerintah seakan-seakan berlomba mendapatkan predikat WBK/WBBM.

Untuk mendapatkan selembar Keputusan Menpan RB sebagai sertifikat berpredikat WBK/WBBM, instansi pemerintah mesti memenuhi persyaratan administrasi seputar (1) manajemen perubahan, (2) penataan tata laksana, (3) penataan manajemen SDM, (4) penguatan akuntabilitas kinerja, (5) penguatan pengawasan, dan (6) peningkatan kualitas pelayanan publik di komponen pengungkit agar terpenuhi nilai minimal yang ditetapkan.

Selain komponen pengungkit, instansi pemerintah pun mesti mencapai nilai minimal pada komponen hasil yang unsur komponennya adalah (1) terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, dan (2) terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat.

Dengan sifatnya yang cenderung administratif, tentunya menjadi sebuah projek besar lagi merepotkan bagi tiap instansi pemerintah dalam upayanya mendapatkan predikat WBK/WBBM karena terdapat banyak unsur dalam setiap komponen pengungkit maupun komponen hasil.

Tentunya pertanyaan peserta webinar di awal tulisan merupakan rasa penasaran akan kepastian apakah bila suatu instansi pemerintah yang sudah mendapatkan selembar Keputusan Menpan RB sebagai sertifikat berpredikat WBK/WBBM dapat dijamin bahwa di instansi pemerintah tersebut benar-benar tidak ada praktik korupsi.

Perlu diingatkan kembali di sini bahwa praktik korupsi itu tidak terbatas hanya pada praktik yang merugikan keuangan negara, tetapi juga termasuk penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang, pemerasan, suap-menyuap, benturan kepentingan dalam pengadaan,

bahkan sampai dengan gratifikasi terkait jabatan yang masih sering ada pembenaran bahwa itu bukan praktik korupsi.

Pertanyaan peserta webinar di awal tulisan ini mengingatkan mimpi di pertengahan Maret 2021.

Dalam mimpi tersebut diceritakan ada tiga status Whatsapp pengguna jasa di kantor Penulis sebelumnya memasang twibbon dukungan pencanangan WBK sebuah instansi pemerintah tempat mereka mendapatkan pelayanan publik.

Jari iseng ini mengirim pertanyaan nakal kepada mereka bertiga, "Wah udah gak ada lagi dong gratifikasi di situ buat petugas?"

Satu dari mereka bertiga menjawab dengan emoji senyum tipis yang sama-sama dipahami maksudnya oleh penanya dan penjawab. Sedangkan dua dari mereka jelas menjawab, "Masih ada Pak, rutin."

Saat dikejar dengan pertanyaan, "Koq masih ada sih?" mereka menjawab, "Habisnya gimana Pak, kalo di-stop ... pelayanan terhambat."

Sebelum lebih jauh percakapan, terdengar nyaring alarm HP, "Ah, untung hanya mimpi."

Trauma mimpi Maret 2021 tersebut akan jadi kenyataan, mungkin ada baiknya instansi pemerintah yang sedang mencanangkan menggapai predikat WBK/WBBM mau lebih jujur lagi terhadap kondisi sebenarnya di lapangan, bukan hanya sebatas perbaikan administratif.

Bisa saja hasil survei pengguna jasa yang menunjukkan data makin sedikitnya atau mungkin tidak adanya praktik penerimaan gratifikasi terkait jabatan dibanding tahun-tahun sebelumnya, tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.

Alangkah ironi manakala upaya perbaikan, entah itu topengnya reformasi, transformasi atau apalah, tetapi tidak diawali dengan sikap kejujuran bahwa sebenarnya masih ada praktik penerimaan gratifikasi terkait jabatan, atau bahkan mungkin suap-menyuap.

Sebagaimana satu slogan KPK dalam upayanya memberantas korupsi, Berani Jujur Hebat, dibutuhkan keberanian untuk jujur mengatakan kondisi sebenarnya yang ada, bukannya hanya sekadar propaganda mempercantik kulit tanpa mengedepankan esensi perbaikan itu sendiri.

Lalu, apa jawaban Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi KPK? Ah ... Penulis pun lupa detailnya seperti apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun