Mohon tunggu...
Aditya Darmasurya
Aditya Darmasurya Mohon Tunggu...

Seorang WNI aja...^bingung mau bilang apa^

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Solo, Kota Cagar Budaya yang Di-Ruko-kan!

21 Mei 2012   18:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:00 1299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aksi Pemkot Solo yang menolak Gubernur Jateng untuk membangun mall di bekas pabrik Sari Petojo dengan cepat menjadi berita di media massa nasional. Kasus Sari Petojo pun mencuatkan citra kota Solo sebagai "penyelamat cagar budaya". Namun, siang tadi saya menemukan (lagi) bangunan kuno yang dirobohkan untuk dijadikan ruko. Tepatnya di daerah Laweyan, kawasan cagar budaya yang terkenal sebagai sentra industri batik sejak zaman kerajaan Pajang (kurang lebih 500 tahun yang lalu). Di Laweyan, banyak sekali bangunan-bangunan kuno khas Laweyan dengan pengaruh gaya Kasunanan Surakarta. Meski demikian, banyak pula bangunan-bangunan yang sudah berubah bentuk. Ada yang berubah bentuk sedikit, banyak pula yang mengganti seluruh bangunan lama dengan bangunan baru. [caption id="attachment_189659" align="aligncenter" width="492" caption="Deretan pintu dan jendela kuno di suatu lorong kampung batik Laweyan. Beberapa rumah kuno masih mempertahankan ciri kekunoannya, namun banyak pula yang dihancurkan dan diganti bangunan baru. Sumber foto :  M. Khanif Nudiyanto / khanif13 @flickr.com"][/caption] Selain dana perawatan yang mungkin terlalu tinggi bagi para pemilik bangunan kuno, tampaknya kesadaran untuk memelihara bangunan kuno masih rendah. Masih bayak pemilik bangunan kuno yang menganggap bangunan kuno tidak ada artinya, bahkan sengaja dibiarkan mangkrak agar hancur dengan sendirinya. Kalau tidak, bangunan itu dijual ke orang lain dan diganti dengan bentuk ruko (rumah toko) yang hampir selalu dibangun tanpa memperhatikan aspek kesesuaian kawasan sekitar dan keindahan aristektur. [caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Ruko ini berdiri di kawasan cagar budaya Laweyan. Di Sekitarnya banyak bangunan model lawas, namun ruko ini dengan menterengnya tampil beda dan tidak sesuai dengan identitas kawasan cagar budaya Laweyan. Saya kurang tahu dulunya bangunan apa, namun besar kemungkinan ada bangunan kuno yang dihancurkan untuk dibangun ruko norak ini. sumber foto : http://rumahdisolo.com/ruko-murah-di-lokasi-strategis-jl-basuki-rahmat-jl-a-yani-pabelan-jl-agus-salim-sondakan-jl-brigjend-katamso-jl-bromorayakadipiro-jl-brontowiryan-kartasura-jl-dr-radjiman-law.html"][/caption] Tadi siang saya sempat jalan-jalan ke kampun batik Laweyan, Solo. Senang sekali melihat bangunan-bangunan kuno khas Laweyan sekaligus miris melihat banyaknya rumah-rumah kuno yang sudah hancur dan berubah bentuk. Ada pula ruko yang mentereng pinggir jalan dengan warna mencolok dan arsitktur kualitas rendah yang tidak sesuai dengan kawasan cagar budaya Laweyan. Saya pikir, cukup sudah rumah kuno yang dihancurkan, telrebih untuk dijadikan ruko. Toh, katanya Pemkot Solo sedang giat-giatnya menyelamatkan cagar budaya..katanya. Tentunya Pemkot tidak akan memberikan IMB untuk menghancurkan rumah kuno demi membangun ruko. Akan tetapi, saya ternyata salah sangka. Masih ada rumah kuno yang dihancurkan untuk dibuat ruko. [caption id="attachment_189650" align="aligncenter" width="632" caption="Rukonisasi cagar budaya yang dibiarkan pemkot Solo"]

1337619658269542501
1337619658269542501
[/caption] Tampak yang disisakan hanya pagar kuno yang kemungkinan besar pula hanya dijadikan pembatas sementara untuk kemudian ikut dihancurkan. [caption id="attachment_189651" align="aligncenter" width="632" caption="akankah bangunan kuno di sisinya ikut dihancurkan?"]
13376198861870429469
13376198861870429469
[/caption] Sebenarnya ada  lagi beberapa kasus rukonisasi rumah kuno di Solo, yang entah kenapa dibiarkan saja oleh Pemkot Solo. Memang, rumah-rumah itu belum didaftarkan sebagai BCB, tatpi bukan lantas diberikan izin untuk dirobohkan untuk dijadikan ruko. Apalagi pembangunan ruko yang asal dibangun tanpa memperhatikan kesesuaian tata ruang dan kawasan, serta belum masalah resapan air yang bekrurang karena biasanya ruko-ruko itu tidak meninggalkan tempat untuk resapan air. Alhasil bisa dipastikan kalau hujan daerah Solo banyak yang banjir. [caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Sebuah kawasan ruko yang dibangun di seberang Pasar Kembang, Solo. Di sekitar Pasar Kembang masih bisa ditemui beberapa bangunan kuno sebagai identitas kawasan itu. Dulunya ada rumah kuno sebelum dibangun ruko norak itu. Entah kenapa pemiliknya bisa berpindah tangan hingga akhirnya berubah drastis menjadi ruko kotak-kotak seperti gambar.Su,mer foto : pendopo.com"]
Sebuah kawasan ruko yang dibangun di seberang Pasar Kembang, Solo. Di sekitar Pasar Kembang masih bisa ditemui beberapa bangunan kuno sebagai identitas kawasan itu. Dulunya ada rumah kuno sebelum dibangun ruko norak itu. Entah kenapa pemiliknya bisa berpindah tangan hingga akhirnya berubah drastis menjadi ruko kotak-kotak seperti gambar.
Sebuah kawasan ruko yang dibangun di seberang Pasar Kembang, Solo. Di sekitar Pasar Kembang masih bisa ditemui beberapa bangunan kuno sebagai identitas kawasan itu. Dulunya ada rumah kuno sebelum dibangun ruko norak itu. Entah kenapa pemiliknya bisa berpindah tangan hingga akhirnya berubah drastis menjadi ruko kotak-kotak seperti gambar.
[/caption] Pada suatu kasus rencana pengalihan suatu pabrik kuno menjadi hotel berlantai 29, saya pernah memberitahu Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Solo, Ibu Kusumastuti, Dosen Fakultas Teknik UNS, via SMS. Waktu itu, Pemkot Solo sudah menyetujui rancangan desain hotel yang apabila diperhatikan rendernya, maka sisa tembok pagar pabrik bergaya art deco ikut dihancurkan. Yang saya harapkan agar pabrik yang hanya tersisa tembok pagarnya dikaji oleh TACB seperti halnya kasus Pabrik Sari Petojo. Sayangnya, balasan dari Ibu Kusumastuti intinya memberitahu kalau TACB tidak mampu untuk mengurus satu persatu kasus yang ada karena keterbatasan sumber daya dan konsen TACB saat ini adalah penyelamatan kawasan Vastenburg dan pemukiman awal kompeni di Solo. Yah, apa boleh buat, sementara status suatu bangunan sebagai cagar budaya atau tidak ditentukan oleh kajian TACB. Sebenarnya menurut UU no 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, apabila suatu bangunan masih dalam kajian pun tidak boleh dihancurkan. Tampaknya ini kesempatan bagi para pembangun ruko untuk terus mencari rumah-rumah kuno yang hendak dihancurkan sebelum ada kajian dan ketentuan status cagar budaya dari rumah-rumah kuno itu. Ke depannya saya berharap Pemkot Solo lebih selektif dalam memberikan IMB pendirian ruko atau bangunan lain yang sekiranya akan menghancurkan bangunan kuno. Kalau bangunan kuno dirasa perlu dilindungi atau diduga sebagai cagar budaya namun belum mendapat ketentuan status sebagai cagar budaya (mengingat Raperda Cagar Budaya Solo masih dalam pembahasan), hendaknya jangan menghancurkan bangunan kuno itu sebelum ada kajian. Kalaupun setelah melewati kajian mendalam dan komprehensif bangunan kuno itu boleh dihancurkan, hendaknya desain ruko atau bangunan barunya disesuaikan dengan kawasan sekitar. Hendaknya jangan diberikan izin untuk membangun kalau hal itu tidak ditaati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun