Mohon tunggu...
danusudahtobat
danusudahtobat Mohon Tunggu... Hanya pemuda BIASA

Syukuri lalu mati

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Etika Terapan Isu Bioetika: Antara Kemajuan dan Kemanusiaan

27 Juli 2025   13:20 Diperbarui: 27 Juli 2025   13:20 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

"Ilmu pengetahuan mampu memperpanjang hidup manusia. Tapi etika-lah yang menentukan apakah hidup itu layak dijalani."

Bioetika kini bukan hanya milik rumah sakit dan laboratorium riset. Ia telah merambah ruang-ruang kebijakan publik, ruang sidang, bahkan percakapan sehari-hari. Ketika seseorang memutuskan untuk menolak perawatan medis, ketika seorang ibu menjalani bayi tabung, atau ketika sebuah negara menolak teknologi rekayasa genetika karena alasan moral --- semua itu adalah cerminan dari bagaimana bioetika bekerja dalam kehidupan nyata.

Bioetika adalah cabang etika terapan yang fokus pada isu-isu moral yang muncul dalam bidang biologi, kedokteran, kesehatan, dan teknologi kehidupan. Tujuan utamanya adalah menjaga agar kemajuan sains tidak melampaui batas kemanusiaan.

Dari sekian banyak cabang etika, bioetika adalah yang paling dekat dengan tubuh dan kehidupan manusia. Karena itu, keputusan-keputusan dalam ranah ini seringkali membawa beban moral yang besar --- bahkan bisa menjadi persoalan hidup dan mati.

Bioetika bukan hanya soal teori. Ia hadir dalam bentuk keputusan nyata:

- Bolehkah melakukan aborsi dalam kasus kehamilan akibat perkosaan?

- Apakah pasien COVID-19 yang lanjut usia tetap harus diprioritaskan saat krisis ventilator?

- Apakah anak hasil kloning bisa memiliki hak hukum?

- Bolehkah seorang pasien terminal meminta dokter untuk mengakhiri hidupnya secara legal?

Di negara-negara seperti Belanda, Belgia, dan Kanada, eutanasi (tindakan mengakhiri hidup pasien yang menderita sakit parah dan tak tersembuhkan) dilegalkan. Para pendukungnya menyebut ini sebagai penghormatan terhadap otonomi individu. Namun banyak pihak, terutama kelompok agama, menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran terhadap nilai kehidupan.

Indonesia sendiri menolak praktik eutanasi secara tegas, baik dari sudut hukum maupun agama. Namun kasus-kasus seperti pasien koma bertahun-tahun, penderita kanker stadium akhir yang kesakitan hebat, atau keluarga miskin yang tidak sanggup membiayai perawatan menjadi tantangan tersendiri.

Satu hal yang unik di Indonesia adalah keberagaman nilai---baik budaya maupun agama---yang membentuk cara pandang masyarakat terhadap isu-isu medis. Misalnya, dalam budaya Jawa, ada konsep "ikhlas" dan "nrimo" yang kadang bertabrakan dengan prinsip otonomi pasien modern. Maka bioetika di Indonesia harus mempertimbangkan konteks lokal: tidak bisa menyalin mentah-mentah dari Barat.

Kemajuan teknologi reproduksi seperti fertilisasi in vitro (IVF), donor sperma, dan surrogate mother (ibu pengganti) juga membawa dilema etis. Misalnya:

- Apakah anak hasil bayi tabung memiliki status hukum yang sama?

- Bagaimana bila donor sperma dilakukan tanpa diketahui pasangan sah?

- Siapa yang menjadi ibu sah: yang melahirkan atau yang menyumbang sel telur?

Bioetika modern umumnya merujuk pada empat prinsip utama:

1. Otonomi -- Menghormati hak individu untuk memilih.

2. Beneficence -- Mendorong tindakan demi kebaikan pasien.

3. Non-maleficence -- Menghindari tindakan yang membahayakan.

4. Keadilan -- Membagi sumber daya dan layanan kesehatan secara adil.

Di masa depan, kita akan menghadapi isu-isu baru seperti:

- AI (kecerdasan buatan) yang menggantikan dokter dalam diagnosis.

- Modifikasi genetika embrio untuk membuat bayi "sempurna".

- Organ buatan hasil cetak 3D.

- Cyborg dan manusia augmentasi (manusia dengan perangkat mesin di tubuhnya).

Etika terapan, dalam bentuk bioetika, adalah penjaga nilai-nilai kemanusiaan di tengah arus revolusi sains yang begitu deras. Ia hadir bukan untuk membatasi kemajuan, tetapi untuk memastikan bahwa kemajuan itu tidak meninggalkan rasa keadilan, martabat, dan kasih sayang sebagai inti dari kemanusiaan.

Sebagai masyarakat, kita pun perlu terlibat dalam percakapan ini. Karena bioetika bukan hanya milik dokter atau peneliti, tapi milik kita semua --- demi masa depan yang bukan hanya canggih, tapi juga manusiawi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun