Riak angin menertawaiku, meniupkan kepulan asap rokok dibibirku hingga menghunus wajah nista di mata mereka. Entah, jemariku dengan lihainya menari dengan batang batang aura ketenangan si tembakau. Entah, bibirku begitu merdu melantunkan hisapan hisapan kekosongan yang tak ingin aku hentikan.
Kegetiran tak aku rasakan lagi, Kesedihan tak aku hiraukan lagi,
bahasaku dalam mengekpresikan kekacauanku, kekacauan yang tak mereka mengerti, atas luka yg tak pernah mereka klarifikasi.
Biarkan aku berada di lingkar merdekaku, tanpa harus bersinggungan dengan lingkar norma yang mereka kehendaki.
Takdir yang membawaku pada ketentuan, yang memaksa jiwa berkelana dengan hina.
Bukan ku tak mengerti tentang bangkit dari keterpurukan, tapi hinaku tak pernah menyentuh sukma mereka, untuk menarikku dari lingkar nista.
Biarkan senyumku tersungging dibalik kepulan asap atas merdeka keterpurukanku ....