Mohon tunggu...
Nia singarimbun
Nia singarimbun Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa ilmu komunikasi di universitas sumatera utara.Tertarik pada dunia media,budaya,dan tulisan opini.Menulis untuk berbagi perspektif dan belajar dari sesama

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Ragam Cerita di Balik Lintasan Lapangan Merdeka

13 Juni 2025   09:02 Diperbarui: 13 Juni 2025   09:02 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber : dokumentasi pribadi)

Lapangan Merdeka, yang terletak di kawasan strategis Medan Petisah, bukan sekadar sebidang tanah lapang yang dilapisi lintasan dan rerumputan. Ia adalah ruang hidup, denyut harian kota, tempat di mana warga Medan menapakkan langkah, baik dengan niat mengolah tubuh maupun sekadar mengisi linimasa.

Mereka datang pagi-pagi. Sepatu olahraga, earphone, tumbler di tangan---lengkap. Tapi tak semuanya berlari. Ada yang hanya berjalan pelan sambil melirik kamera. Ada yang duduk manis menunggu golden hour. Ini bukan sekadar soal olahraga. Di balik lintasan itu, ada yang ingin sehat, ada juga yang hanya ingin terlihat menarik. Lalu, sebenarnya Lapangan Merdeka ini tempat apa? Namun, di antara gelombang pelari, ada pula yang hanya duduk santai di bangku beton atau rerumputan. Beberapa sibuk memainkan ponsel, tersenyum ke arah kamera, atau mengambil sudut terbaik dari latar Lapangan Merdeka yang ikonis. Mereka datang bukan untuk membakar kalori, melainkan menciptakan konten: video TikTok, Instagram Story, hingga pemotretan wisuda. Semuanya sah-sah saja. Semua berbagi tempat yang sama.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: apakah mereka semua datang dengan semangat hidup sehat? Ataukah ini bagian dari tren gaya hidup yang kini menjadikan aktivitas fisik sebagai elemen estetika visual? Dalam zaman di mana eksistensi di media sosial sering kali dianggap sama pentingnya dengan keberadaan fisik, Lapangan Merdeka menjadi panggung yang sempurna.

Yuna (27), seorang karyawan swasta, adalah salah satu pengunjung tetap Lapangan Merdeka. Ia mengaku sudah sejak lama menjadikan lari pagi sebagai rutinitas. "Aku sudah olahraga di sini dari zaman Merdeka Walk belum direnovasi," katanya. Baginya, Lapangan Merdeka punya nilai sentimental dan kenyamanan tersendiri. Meskipun suasana sering ramai, ia merasa tetap bisa berlari dengan tenang. "Kayaknya mayoritas yang lari juga fokus sendiri. Enggak banyak interaksi," tambahnya.

Yuna menjadi contoh dari mereka yang memanfaatkan ruang publik ini dengan motivasi murni: olahraga sebagai jalan hidup. Namun, tidak semua orang yang hadir memiliki dorongan yang sama.

Di sisi lain, ada Emya (24), seorang pekerja lepas yang mengaku datang ke lapangan lebih karena ingin menikmati suasana. Ia terlihat duduk santai dekat Monumen Titik Nol. "Senang-senang aja sih. Ramai-ramai juga oke. Tapi lebih tepatnya untuk senang-senang aja," ucapnya sambil tersenyum. Aktivitas fisiknya sangat ringan. "Paling cuma lari sebentar, jogging pelan. Selebihnya duduk, lihat-lihat, foto-foto."

Pengakuan Emya mencerminkan kenyataan bahwa Lapangan Merdeka kini bukan semata-mata ruang aktivitas fisik, tapi juga ruang sosial dan rekreatif. Tempat di mana orang-orang bisa menikmati udara luar, bertemu teman, atau sekadar bersantai tanpa harus mengeluarkan biaya.

Keisya, mahasiswa Universitas Negeri Medan berusia 19 tahun, bahkan lebih menyukai datang ke Lapangan Merdeka pada malam hari. "Duduk-duduk aja, foto-foto sama teman," katanya. Ia pernah berada di sana dari pukul 11 malam hingga pukul 1 dini hari. Menurutnya, lapangan tetap hidup, meski tidak seramai pagi atau sore. "Masih banyak orang. Ramai juga kok, walaupun enggak terlalu padat."

Ini menunjukkan bahwa Lapangan Merdeka telah bertransformasi menjadi ruang yang multifungsi. Ia bukan hanya untuk olahraga, tapi juga untuk bersosialisasi, menikmati suasana malam kota, atau bahkan sekadar tempat menenangkan diri di tengah kesibukan hidup urban.

Tren ini tentu tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Di tengah tekanan hidup modern, orang mencari pelarian. Bagi sebagian, itu dalam bentuk olahraga serius. Bagi yang lain, cukup dengan mengabadikan momen dan membagikannya. Lapangan Merdeka menyediakan semuanya: ruang terbuka, latar estetis, akses gratis, dan atmosfer yang dinamis.

Lapangan Merdeka telah menjadi lebih dari sekadar fasilitas kota. Ia menjelma sebagai simbol kebebasan urban: kebebasan bergerak, berekspresi, dan bersosialisasi. Di sini, warga dari berbagai latar belakang berkumpul, berbaur tanpa batasan.

Anak muda, pekerja, mahasiswa, keluarga, hingga lansia, semuanya merasa memiliki ruang ini. Tak ada aturan ketat, tak ada pagar yang membatasi, tak ada tiket masuk. Lapangan Merdeka menjadi milik bersama, tempat di mana kehadiran siapa pun diakui dan diterima.

Tak jarang, ada pula yang datang hanya untuk menonton. Duduk diam di pinggir lintasan, melihat orang lalu lalang, mendengarkan suara langkah kaki, atau menatap burung-burung yang beterbangan rendah. Bahkan dalam diam pun, mereka merasa menjadi bagian dari cerita besar yang sedang terjadi.

Fenomena ini memberi gambaran yang lebih luas tentang bagaimana ruang publik di kota-kota besar kini berfungsi. Mereka bukan hanya infrastruktur, tapi juga wadah untuk mencerminkan identitas dan aspirasi warganya. Lapangan Merdeka telah menjadi semacam cermin, memantulkan harapan, pencarian jati diri, dan bahkan kerentanan manusia urban.

Dan mungkin, di tengah era yang serba cepat dan serba digital ini, hanya hadir, baik secara fisik maupun di linimasa, sudah menjadi bentuk partisipasi yang cukup berarti. Hadir, dalam artian yang paling sederhana, bisa menjadi cara kita mengatakan: "Aku ada. Aku bagian dari kota ini."

Di Lapangan Merdeka, semua itu menyatu: keringat, tawa, unggahan, langkah, dan eksistensi. Dalam satu lintasan, kehidupan kota berputar tanpa henti.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun