Mohon tunggu...
Ali Mahfud
Ali Mahfud Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati pendidikan, politik, sepak bola, dan penikmat es kelapa muda

Alam butuh keseimbangan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Benarkah Mutu Pendidikan Berbanding Lurus dengan Penghasilan Guru?

3 Desember 2019   18:50 Diperbarui: 3 Desember 2019   18:51 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trilestari11.wordpress.com

Setiap kali masa kampanye, entah bupati, gubernur maupun presiden kata "sejahtera" selalu ramai diperjualbelikan. 

Umumnya kepada rakyat kecil, miskin, dan juga guru (kalimat ini termasuk pemborosan, karena menyebutkan satu unsur (guru) yang sama sampai tiga kali dengan istilah berbeda-beda).

Guru selalu menjadi primadona bagi politisi di masa kampanye. 

Apa yang mereka mau selalu dituruti, setidaknya dalam janji-janjinya. 

Bodohnya, guru yang pinter selalu percaya pada janji semacam itu. 

Mereka tidak belajar dari single lagu duet Yuni Sara dan Raffi Ahmad.

Usai masa kampanye dan pembual janji memegang tahta, janji itu terlupa atau dilupakan. 

Pada kesempatan tertentu dipenuhi, tapi berbelok. 

Maksudnya?

Pemerintah sejatinya sadar kualitas pendidikan kita masih sangat rendah. 

Namun, ketika berkampanye mereka tidak menjadikan isu itu sebagai prioritas utama. 

Mereka, di masa kampanye, lebih senang menggunakan kata "sejahtera" kepada para "pahlawan" dibandingkan menggunakan kata "mutu" untuk perbaikan pendidikan. 

Di sinilah kemudian janji itu berbelok.

Guru yang selalu dipuji sebagai pahlawan (saya sangat benci dengan pujian semacam itu) mengharap banyak nasibnya berubah menjadi lebih baik. 

Tapi pemerintah lebih terfokus memikirkan mutu pendidikan, yang diartikan sebagai perbaikan atau perombakan kurikulum, dalam menjalankan pemerintahannya sehingga konsep, ide, visi dan misi pemerintah terkait itu hanya mantul-mantul saja di awang-awang.

Guru sadar kualitas pendidikan perlu ditingkatkan.

Tapi guru juga sadar kualitas hidup perlu diperbaiki. 

Bagaimana mungkin kualitas pendidikan meningkat jika selama mengajar guru sibuk memikirkan stok beras di rumah yang menipis?

Bagaimana mungkin guru kreatif mendidik jika beban kebutuhan rumah tangga tak tercukupi?

Bagaiamana mungkin guru menikmati pekerjaannya jika waktu istirahatnya justru dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan yang tak sempat terselesaikan di sekolah?

Bisa jadi, dan saya sangat menyakini, rendahnya mutu pendidikan kita berbanding lurus dengan rendahnya penghasilan dan kesejahteraan gurunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun