Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan: Bukti Sepak Bola Indonesia Masih Bobrok!

2 Oktober 2022   03:22 Diperbarui: 2 Oktober 2022   06:54 1531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mobil K-9 dibalik oleh supporter Aremania dalam kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).(KOMPAS.COM/Imron Hakiki)

Selain itu, terlihat ada kobaran api di sejumlah titik. Petugas yang terdiri dari gabungan TNI dan Polri kemudian berusaha mengamankan situasi.

Jumlah yang tak sebanding membuat petugas menembakkan gas air mata. Padahal gas air mata dilarang oleh FIFA. Akibatnya para penonton di tribun mulai panik dan saling berdesak-desakan.

Para suporter mulai sesak nafas karena gas air mata tersebut. Tidak ada yang tahu jumlah korban yang pasti dari malam kelam itu. Yang jelas korban terdiri dari aparat hingga balita yang tak berdosa.

Yang jelas, jumlah korban dalam tragedi itu puluhan. Tentu ini mengerikan dalam dunia olahraga. Inilah sejarah kelam sepak bola Indonesia yang sulit diubah.

Perilaku buruk tidak hanya melekat pada pemain yang bermain kasar. Tapi suporter pun tidak kalah beringasnya. Mundur sedikit, kita masih ingat pada pekan ke-10 pendukung Persebaya melakukan hal serupa ketika kalah dari Rans Nusantara.

Bonek bahkan merusak Stadion Gelora Delta Sidoarjo. Kejadian seperti itu semakin menegaskan jika sepak bola kita masih bobrok alias jauh dari kata maju.


Untuk memperbaiki kualitas kompetisi, tentu yang harus dibenahi bukan hanya liga, federasi, dan regulasi. Tapi suporter juga harus merubah pola pikirnya agar lebih dewasa.

Kompetisi yang baik adalah adanya sinergi antara federasi, liga, dan suporter. Jika tiga aspek itu terpenuhi, maka sepak bola kita akan maju.

Para suporter di Indonesia terlalu fanatik, harga diri klub adalah harga diri individu. Begitu kiranya. Jadi, ketika tim kebanggaan kalah oleh tim rival seakan-akan harga diri diinjak-injak.

Itulah yang terjadi. Suporter kita terlalu mengedepankan rivalitas dibanding sportifitas. Untuk itu, saya berharap agar seluruh suporter bersikap lebih dewasa.

Suatu peradaban dikatakan maju apabila orang-orang marah mengeluarkan kritikan bukan aksi brutal. Tentu apa yang terjadi di Malang menjadi cambuk bagi kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun