Oleh : Rudi Aksono, SP (Penyuluh Pertanian Ahli Madya, BRMP Penerapan Kementan)
Di sebuah desa kecil bernama Sausu Torono, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, ada kisah inspiratif dari seorang pemuda desa bernama Yoyok Setiawan. Ia bukan sarjana peternakan, bukan pula alumni fakultas pertanian. Ia adalah seorang sarjana pendidikan dan guru olahraga. Namun, siapa sangka, kesehariannya kini juga dipenuhi dengan aktivitas di kandang sapi, memberi pakan, mengelola pupuk organik, hingga mempromosikan sapi-sapinya lewat media sosial
Yoyok adalah anggota aktif Kelompok Tani Ternak Karya Bersama, sebuah kelompok ternak yang fokus pada penggemukan sapi jumbo, sapi-sapi hasil persilangan seperti Limousin, Simental, Brahman, bahkan Belgian Blue yang terkenal dengan postur tubuh besar. Ia bergabung sejak tahun 2015, tak lama setelah menyelesaikan kuliah. Menariknya, ia bergabung bukan karena disuruh oleh ayahnya, Sunaryo, yang juga Ketua Kelompok Tani tersebut, melainkan karena panggilan hati. Sejak kecil, Yoyok sudah terbiasa melihat dan merawat sapi. Dunia ternak sudah jadi bagian dari hidupnya.
Dari Limbah Jadi Berkah
Perjalanan kelompok ternak ini tidak lepas dari peran Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah) sekarang bernama Balai Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BRMP) Sulawesi Tengah. Berawal dari program pembinaan pemanfaatan limbah ternak, kelompok ini diajari bagaimana mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik yang kini menjadi sumber pendapatan tambahan, sekaligus memenuhi kebutuhan petani hortikultura di sekitar desa tempat dia tinggal.
Tak hanya soal pupuk, BPTP juga memperkenalkan teknologi pakan seperti pembuatan silase, dan metode budidaya yang efisien. Yoyok belajar langsung dari para Peneliti, penyuluh, dari ayahnya, dan dari sesama anggota kelompok. Ilmu itu terus diasahnya, bahkan membawanya sampai ke pelatihan di Jawa Tengah dan Batam, termasuk belajar integrasi sapi dan tanaman, serta mengenal komunitas peternak skala nasional seperti APPSI (Asosiasi Peternak Penggemukan Sapi Indonesia).
Dari Kandang ke Dunia Digital
Berbekal semangat dan pengetahuan yang terus bertambah, Yoyok kini juga jadi motor penggerak kelompok. Ia aktif memanfaatkan media sosial sebagai sarana promosi dan komunikasi. Lewat platform digital, ia bisa terhubung dengan pembeli dari berbagai daerah, berbagi ilmu dengan peternak lain, dan memperluas pasar sapi-sapi jumbo milik kelompoknya.
"Saya anggap beternak itu seperti menabung," ujar Yoyok. "Saya tidak mikir harus untung sekian. Saya rawat saja dengan hati. Rezeki pasti sudah ada jalannya."