Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ganja dalam Kultur Musik Reggae

5 Februari 2020   21:26 Diperbarui: 5 Februari 2020   23:08 5852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: society6.com

Reggae merupakan fusi atau gabungan dari musik ska, calypso, rocksteady, dan rock'n' roll. Selain itu, reggae juga menjadi flagship dari Rastafarianisme, sebuah gerakan kultural-sosial-spiritual yang muncul di Jamaika di tahun 1930-an. Rastafarianisme menginginkan agar keturunan budak kulit hitam lebih dekat dengan akar Afrika mereka.

Rastafarianisme

Gerakan Rastafarian diambil dari nama Tafari Makomen, Kaisar Ethiopia dari tahun 1930 hingga 1974, yang dikenal sebagai Haile Selassie. Namun bagaimana nama sang kaisar tersebut dipakai sebagai gerakan di Jamaika, padahal jarak Ethiopia-Jamaika terpisah 12 ribu kilometer?

Selama tahun 1930-an, gerakan Kembali ke Afrika memperoeh momentum saat komunitas keturunan budak kulit hitam mengalami krisis identitas. Di Jamaika, refleksi tersebut diwujudkan oleh Marcus Garvey, yang dijuluki Black Moses.

Marcus Garvey bertindak sebagai nabi dari gerakan tersebut untuk menyatukan seluruh komunitas kulit hitam di dunia. Marcus Garvey sering merujuk Selassie dan Ethiopia dalam pidato dan tulisannya, sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonisasi Eropa.

Kaitannya dengan ganja

Kilas balik ke pertengahan abad ke-19, saat Jamaika menjadi koloni Inggris. Setelah penghapusan jual beli budak di tahun 1807, Inggris mendatangkan pekerja dari India (koloni Inggris lainnya). Orang-orang India tersebut membawa tanaman cannabis dalam koper mereka, dan mereka menyebutnya "ganja". Jadi, kata ganja sendiri asalnya dari bahasa India.

Jamaika menjadi tanah subur untuk menanam ganja. Tanaman ini secara luas dikonsumsi oleh orang-orang Afro-Jamaika. Elit kulit putih yang mengendalikan otoritas politik negara, kemudian memutuskan untuk melarang konsumsi ganja dengan menerbitkan "Ganja Law" pada 1913.

Relaksasi hukum di Jamaika terjadi pada 2015. Kepemilikan ganja kurang dari 2 ounces (56.6 gram) diperbolehkan, dan penanaman 5 atau kurang tanaman ganja tidak dilarang.

Gerakan identitas kulit hitam menggunakan ganja, yang dilarang oleh kaum kulit putih, sebagai simbolis. Banyak penganut Rastafarian memutuskan untuk mengonsumsi ganja sebagai bagian integral dari pengalaman sosial-kultural-spiritual mereka.

Dari sejarah tersebut, reggae dan ganja menjadi simbol dari gerakan Rastafarian di Jamaika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun