Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Penilaian 100 Hari Kerja Presiden, dari Mana Asalnya?

29 Januari 2020   13:18 Diperbarui: 30 Januari 2020   05:57 1143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Franklin D. Roosevelt (sumber: kompas.com)

Tanggal 28 Januari 2020 menjadi 100 hari kerja pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, sejak dilantik pada 20 Oktober 2019. 

Tiga bulan lalu serambi Istana Merdeka di Jakarta menjadi saksi saat pengumuman jajaran Menteri Kabinet Indonesia Maju. Beberapa nama yang sebelumnya tidak diprediksi bakal menduduki posisi menteri, memberikan kejutan.

Kejutan tersebut antara lain Prabowo Subianto selaku Ketua Umum Partai Gerindra yang sekaligus menjadi lawan Jokowi saat Pilpres 2019. Prabowo Subianto menjabat sebagai Menteri Pertahanan. 

Nama lain dari Partai Gerindra adalah Edhy Prabowo (Wakil Ketua Umum) yang dipercayakan sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, menggantikan Susi Pudjiastuti yang kinerjanya cukup baik. 

Nama-nama lain yang menjadi kejutan adalah Jenderal (Purn) TNI Fachrul Razi sebagai Menteri Agama dan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Banyak yang menunggu bagaimana kiprah pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin berikut kabinetnya selama 100 hari kerja. Penilaian dilakukan oleh para pemerhati, mencakupi berbagai sektor seperti ekonomi, ketenagakerjaan, hukum, anti-korupsi dan lainnya.

Masa 100 hari seakan menjadi masa krusial bagi seorang pejabat pemerintahan, seperti presiden. Masa ini menjadi tolok ukur apakah presiden mampu memberikan dasar perubahan ke arah yang lebih baik untuk masa-masa selanjutnya.

100 Hari Kerja, Bagaimana Awal Mulanya?

Tidak hanya di Indonesia, negara-negara lain juga kerap menggunakan penilaian kinerja 100 hari ini. Namun, bagaimana awal mula penilaian performa 100 hari tersebut berasal sehingga menjadi ukuran yang dipakai oleh banyak negara?

Adalah Franklin Delano Roosevelt, presiden ke-32 Amerika Serikat. Ia dilantik menjadi presiden AS pada 4 Maret 1933. Saat itu perekonomian Amerika Serikat sedang berada di titik terendahnya, yang dikenal sebagai the Great Depression. 

Sebanyak 13 juta warga AS menganggur, harga hasil pertanian anjlok hingga 60 persen, produksi industri menurun hingga separuhnya sejak 1929, 2 juta orang menjadi tunawisma, dan hampir semua bank bangkrut.

Masyarakat berkumpul di depan Gedung Capitol pada hari inaugurasi atau pelantikan Franklin Delano Roosevelt (FDR). Mereka seperti menyerah atas apa yang sedang dialami oeh Amerika. Seorang reporter menyebutnya "seperti sebuah kelompok orang-orang bekabung di sekitar pemakaman" .

Inaugurasi Roosevelt menjadi kombinasi nada sempurna dari optimisme ("Satu-satunya yang harus kita takutkan adalah ketakutan itu sendiri"), penghiburan ("Permasaahan nasional, syukurlah, hanyalah hal-hal materi") dan penyelesaian ("Bangsa ini meminta tindakan, dan bertindaklah sekarang"). 

Pidato tersebut mendapat sambutan hangat dan FDR mampu melambungkan spirit dari bangsa Amerika.

Beberapa jam setelah inaugurasi, FDR membuat sejarah di belakang layar. Ia mengumpulkan kabinetnya di Gedung Putih dan Hakim Benjamin Cardozo menyumpah mereka. FDR menginginkan timnya segera bekerja.

Dalam 100 hari pertama, FDR mengusulkan berbagai program pemulihan bisnis dan pertanian, penciptaan lapangan kerja, serta kepastian agar warga tak kehilangan tanah pertanian atau tempat tinggalnya.

Keberhasilan FDR memperbaiki perekonomian Amerika Serikat membuatnya terpilih kembali untuk masa jabatan kedua pada 1936. Ia bahkan berhasil terpilih kembali saat pemilihan tahun 1940 dan 1944. 

FDR menjadi satu-satunya presiden AS dengan empat masa jabatan. Ia menjabat sejak 1933 hingga kematiannya pada 12 April 1945 pada usia 63 tahun.

FDR sebagai Benchmark

FDR menjadi benchmark atau tolok ukur bagi presiden-presiden AS berikutnya, dan masa 100 hari pertama akan menjadi penilaiannya. FDR melakukan tindakan cepat untuk menenangkan rakyat yang mengalami kepanikan finansial dan memulai membangun program-program seperti 15 undang-undang utama dalam 100 hari. 

Produktivitas FDR yang luar biasa membawa popularitas yang besar, dan ia meletakkan standar 100 hari pertama bagi presiden-presiden seanjutnya.

John F. Kennedy memerintahkan invasi Teluk Babi (sebuah teluk di pantai selatan Kuba) 87 hari masa kepresidenannya. Saat itu Amerika Serikat dan Uni Soviet terlibat perang dingin, dan pada masa 100 hari JFK, Uni Soviet mengirimkan manusia pertama ke luar angkasa.

Barack Obama, seperti halnya FDR yang memulai pemerintahan pada masa krisis, mampu mendapatkan persetujuan kongres untuk menandatangani paket stimulus senilai US$ 787 juta, the American Recovery & Reinvestment Act, pada masa 29 hari pemerintahannya.

Meski sukses, Obama mengatakan, "Seratus hari pertama memang penting. Tetapi, mungkin saja seribu hari pertama yang bakal membuat perubahan." Obama kurang setuju jika penilaian kinerjanya dilakukan pada 100 hari pertama, padahal pencapaian Obama tergolong bagus.

Jumlah undang-undang yang disahkan selama masa 100 hari juga menjadi perbandingan bagi presiden-presiden AS. FDR berhasil mengesahkan 76 undang-undang, diikuti oleh presiden Harry S. Truman (55), dan Donald Trump (28). Sementara George W. Bush paling sedikit (7).

100 Hari Kerja Presiden Indonesia

Rakyat Indonesia sendiri sebelumnya tidak pernah menuntut dalam kurun waktu 3 bulan awal akan ada hasil yang dilakukan oleh seorang presiden. 

Presiden SBY dikenal ketika membuat janji 100 hari kepada rakyat pada masa kampanye Pilpres 2004.

Tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 menjadi bencana alam besar yang terjadi pada masa awal pemerintahan SBY-JK, yang memakan korban tewas sedikitnya 200 ribu jiwa. 

Program 100 hari SBY pun diokupasi oleh bencana. Kritik pers dan publik atas hasil dari 100 hari pertama, dianggap SBY cukup fair.

Kasus Century yang mencuat pada masa pemerintahan pertama SBY, menjadi sorotan pubik terhadap kinerja 100 hari kerja SBY pada masa pemerintahan keduanya. Tak heran, citra pemerintahan SBY-Boediono terpengaruh akibat pemberitaan luas media dalam kasus Century tersebut.

Selanjutya, pemerintahan Jokowi-JK maupun Jokowi-Ma'ruf tidak mengenal program 100 hari kerja. Yang dikenal adalah rencana kerja untuk 5 tahun. Namun, penilaian publik tetap saja ada terhadap 100 hari masa kerja.

Pada masa 100 hari kerja Jokowi-JK, kenaikan dan penurunan harga BBM menjadi topik yang hangat diperbincangkan. BBM sempat mengalami kenaikan harga 1 kali, namun selanjutnya turun harga 2 kali mengikuti harga minyak dunia.

Sedangkan pada masa 100 hari kerja Jokowi-Ma'ruf, kasus Jiwasraya menjadi sentimen negatif. Selain itu, wakil presiden Ma'aruf Amin dipandang masih kurang begitu aktif, sedangkan beberapa menteri kabinet dianggap terlalu banyak memberikan penyataan yang membuat gaduh.

Referensi: 1, 2, 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun