Pendahuluan
Akhir-akhir ini, cukup banyak terjadi kasus pertengkaran yang terjadi antara orang tua dan anak. Pertengkaran antara orang tua dan anak sering kali bukan lagi soal beda pendapat biasa, melainkan sudah seperti perang ego. Bahkan, tidak sedikit anak yang rela mengorbankan nyawa orang tuanya hanya demi memenangkan egonya dalam suatu pertengkaran. Bisa jadi ini pengaruh dari sikap individualis yang berlebihan, yaitu sikap merasa benar sendiri yang dianggap lebih penting daripada hubungan baik dengan orang yang mengasuh kita.
Seharusnya, seorang anak memiliki rasa patuh dan hormat terhadap orang tua mereka yang telah merawat dan membesarkannya. Zaman dahulu, anak dituntut untuk hormat pada orang tua. Bahkan, anak dituntut untuk wajib mengikuti setiap perkataan dari orang tua mereka sekalipun sang anak menganggap dirinya yang benar. Di zaman sekarang, semakin banyak anak yang tidak patuh terhadap orang tua mereka. Anak-anak bertindak sangat tidak acuh terhadap orang tua mereka, orang yang seharusnya mereka sayangi dan hormati.
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis penyebab dari turunnya moral anak terhadap orang tua mereka. Jika hal ini tidak dianalisis, kita tidak dapat mengetahui apa yang menyebabkan penurunan moral ini terjadi. Karena jika hal ini tidak diubah, generasi Indonesia kedepannya akan menjadi generasi yang minim moral dan menjadi generasi yang tidak tahu cara menghormati dan tunduk kepada orang tua.
Jenis pola asuh dan hubungan moral anak
Orang tua memiliki berbagai macam pola asuh yang dianggap baik untuk anaknya. Baumrind dalam Prihartono et al. (2021) berpendapat bahwa pola asuh orang tua terbagi menjadi 4, antara lain :
1) Pola Asuh Otoriter (Parent Oriented)
Pola asuh otoriter menekankan bahwa anak harus tunduk sepenuhnya pada aturan yang ditetapkan oleh orang tuanya. Dalam pendekatan ini, orang tua cenderung mengambil keputusan secara sepihak, tanpa mempertimbangkan keinginan atau perasaan anak. Dalam situasi ini, anak diwajibkan untuk mengikuti semua perintah dan keinginan orang tua tanpa diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau menolak.
2) Pola Asuh Permisif (Children Centered)
Pola asuh ini menempatkan anak sebagai pengendali dalam keluarga, di mana seluruh aturan dan keputusan bergantung pada anak-anak. Orang tua biasanya cenderung membiarkan anak bertindak sesuai keinginannya dan selalu menuruti permintaannya. Akibatnya, anak dapat berperilaku bebas tanpa adanya kontrol atau batasan yang jelas. Hal ini juga yang membuat anak menjadi semena-mena terhadap orang tuanya.
3) Pola Asuh Situasional
Pola asuh situasional menekankan pada fleksibilitas, di mana orang tua tidak terpaku pada satu metode tertentu. Sebaliknya, mereka menyesuaikan pendekatan pengasuhan sesuai dengan sifat yang ingin ditanamkan pada anak, sehingga orang tua mendidik secara adaptif dan fleksibel, menyesuaikan cara pengasuhan dengan situasi serta kondisi yang sedang dihadapi anak.
4) Pola Asuh Demokratis
Pola asuh ini menekankan kesetaraan antara orang tua dan anak, di mana setiap keputusan dibuat bersama demi kepentingan bersama. Anak diajarkan untuk mengambil keputusan secara bertanggung jawab dengan bimbingan orang tua serta mempertanggungjawabkannya secara moral. Melalui pendekatan ini, anak dilatih dan diberikan kepercayaan untuk mengemban tanggung jawab atas setiap tindakan yang mereka lakukan.
Setiap pola asuh orang tua memiliki dampak yang  berbeda terhadap moral anak. Sejumlah penelitian menyampaikan bahwa pola asuh demokratis atau otoritatif menumbuhkan moral-moral baik pada anak. Sedangkan pola asuh yang justru menyebabkan degradasi moral pada anak adalah pola asuh permisif. Munawaro (2025) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pola asuh demokratis ini berkontribusi positif pada perkembangan sosial, emosional, dan kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang menerapkan pola asuh permisif memberikan kebebasan yang besar tanpa banyak aturan, yang dapat  mengakibatkan kurangnya disiplin pada anak.
Standar moral seorang anak dan faktor yang mempengaruhinya