Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

DPR vs KPK: Kejarlah Daku, Kau Kutangkap

18 Juni 2017   14:03 Diperbarui: 18 Juni 2017   20:50 2004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Oom Pasikom, Harian Kompas, 17/6/2017)

Sebenarnya, tidak perlu pakar Hukum Tata Negara untuk bisa memahami bahwa Hak Angket yang dimiliki oleh DPR itu adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan satu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 79 ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3).Pada bagian Penjelasannya, disebutkan: Pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian.

Jadi, sudah sangat jelas, tak perlu ditafsirkan lain lagi bahwa Hak Angket yang dimiliki oleh DPR itu hanya dikhususkan untuk lembaga pemerintah dalam menjalankan undang-undang dan/atau satu kebijakannya. 

Yang dimaksud dengan “Pemerintah” adalah Presiden sendiri, Wakil Presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian.

Sedangkan obyek dari Hak Angket itu meliputi pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau pembuatan dan pelaksanaan satu kebijakan tertentu pada lembaga pemerintahan yang dimaksud.

Di luar daripada itu, tidak merupakan wewenang Hak Angket DPR. Tetapi, DPR telah dengan sengaja melakukan penafsirannya yang jauh menyimpang daripada maksud sebenarnya dari ketentuan tersebut, demi semata-mata dapat memperjuangkan kepentingan pribadi dan golongan mereka sendiri, dalam hal ini untuk melindungi diri mereka dari target KPK dalam kasus dugaan mega korupsi KTP elektronika (e-KTP).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan bagian dari lembaga pemerintah, melainkan lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya  bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK).

Kewenangan mengadakan penyelidikan dan penyidikan terhadap satu kasus korupsi oleh KPK juga bukan merupakan obyek dari satu Hak Angket DPR, kewenangan itu harus mutlak independen, bebas dari pengaruh dan tekanan siapapun, tanpa kecuali, bahkan jika ada yang berupaya mengganggu, dan menghalang-halangi KPK dalam menjalankan kewenangannya itu, ia dapat dipidana.

Oleh karena tindakan DPR yang telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket terhadap KPK terkait dengan tindakan pemeriksaan dan penyidikan yang sedang dilakukan oleh KPK terhadap kasus mega korupsi KTP elektronika (KTP-el) itu, jelas merupakan satu tindakan yang tidak berdasarkan hukum, oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum apapun untuk dilaksanakan, bahkan mengarah pada satu tindakan yang dapat dikategorikan sebagai satu tindak pidana menghalang-halangi suatu proses hukum, dan penyalahgunaan wewenang yang dapat merugikan negara, yang bisa saja dipidana.

Sangat jelas kelihatan bahwa pembentukan Pansus Hak Angket itu sesungguhnya merupakan strategi sejumlah anggota DPR  memanfaatkan DPR untuk melawan dan menyerang balik KPK, demi melindungi pihak mereka sendiri, yaitu segerombolan anggota DPR yang diduga kuat terlibat dalam kasus mega korupsi KTP elektronika yang sedang disidik KPK itu.

Alasan Pembentukan Pansus Hak Angket

Alasan resmi DPR membentuk Pansus Hak Angket itu bermula dari proses di persidangan kasus dugaan korupsi proyek KPT-el di Pengadilan Tipikor, Jakarta, yang menghadirkan penyidik KPK, Novel Baswedan, untuk dikonfrontasi dengan politisi Partai Hanura Miryam S Haryani. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun