Mohon tunggu...
luthfanhamdani
luthfanhamdani Mohon Tunggu... Atlet - mahasiswa

basket

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hakikat Manusia, Masyarakat, Alam, dan Ilmu Pengetahuan

6 April 2020   14:12 Diperbarui: 6 April 2020   14:19 2673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

A. Kedudukan manusia dan masyarakat dalam perspektif pendidikan islam.


Manusia secara akal mempunyai potensi dan fisik yang lebih baik dari makhluk lainnya, dengan kelebihan yang diberikan Allah SWT tersebut. manusia mempunyai tanggungan untuk menjadi khalifah dimuka bumi ini. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin atau khalifa, Allah SWT telah memberikan kepada setiap manusia berbagai potensi atau kelebihan akal, hati, nafsu. Namun fitrah tersebut tidak langsung berkembang, melainkan tergantung pada diri manusia tersebut dalam mengembangkannya, maka dari itu, Allah menurunkan wahyu-nya kepada para nabi agar menjadi pedoman bagi manusia dalam menjalani kehidupan di dunia. 

Dengan adanya pedoman ini, manusia akan dapat tampil secara natural atau tampil sebagai ciptaan Allah yang tinggi martabatnya seperti para malaikat dan nabi , dan sebaliknya jika tidak, maka martabatnya sama rendah dengan hewan.

Manusia kadang salah menilai dirinya sendiri, kadangkala ia lebih cenderung untuk bersikap superior, sehingga memandang dirinya seakan sebagai makhluk yang paling mulia atau mungkin menganggap dirinya sebagai tuhan, sebagaimana yang menimpa pada fir'un pada zaman nabi ibrahim as. 

Kadangkala juga dia cenderung untuk bersifat inferior, yang mana dia beranggapan bahwa dirinya makhluk yang paling hina dan rendah yang ada di dunia ini. Karena itu dia berfikiran bahwa pemandangan yang menurutnya memiliki kekuasaan atau kekuatan seperti halnya menyembah pada matahari, gunung, api dan makhluk-makhluk lainnya yang mana itu akan menimbulkan bahaya atau manfaat jika di lakukan atau sebaliknya.

Dalam islam telah dipaparkan akan hakikat manusia yang sebenarnya tentang keistimewaan, tugas di dunia, hubungan dengan alam serta kesiapannya dalam menerima kebaikan dan keburukan yang dia perbuat. Tugas mulia manusia hanyalah menyembah pada Allah dengan melakukan kebaikan antar sesama saudaranya hingga kebaikan tersebut menjadi bekal baginya saat ditanyai tentang pertanggung jawabannya di dunia. 

Diantara hal yang memuliakan dan melebihkan manusia adalah bahwa Allah telah memberikan kepadanya kemampuan agar bisa mengetahui atau mengenali sesuatu yang baru yang ada di sekitar lingkungannya, serta membekalinya dengan segala peralatan kemampuan seperti halnya panca indra yang kita miliki, jika tanpa adanya panca indra maka kelangsungan hidup seseorang akan pincang, untuk itu manusia harus bersyukur atas semua apa yang diberikan oleh Allah, dan dengan itu pula manusia harus menggunakan semua kelebihannya untuk kelangsungan hidupnya sendiri dan bermanfaat bagi sesama.

Karena pada intinya manusia ada di dunia ini hanya sebagai hamba yang wajib mentaati seluruh perintah-Nya, sebaliknya manusia juga harus menjauhi seluruh larangan-Nya, dan khalifah atau wakil Allah dibumi yang menjadi pelaksana dari kekuasaan dan kehendak Allah. dan juga menjaga kelestarian di muka bumi ini  dengan tetap selalu hidup berdamaian tanpa adanya permusuhan.

Quraish Shihab (2000: 278-279) mengatakan bahwa ada tiga kata yang digunakan Al-qur'an untuk menunjukkan manusia yaitu (1) insan, ins, dan nas atau unas, (2) basyar, dan (3) bani Adam dan Zuriyah adam. Kata insan diambil dari kata uns yang artinya jinak, harmonis, dan tampak. Istilah ini, menurut Quraish Shihab (2000:280), lebih tepat dibandingkan dengan pendapat yang mengatakan kata insan diambil dari kata nasiya yang artinya lupa atau nasa yang artinya guncang. Di dalam al-Qur'an istilah insan juga sering disamakan atau dihadapkan dengan kata jin atau jan, maksudnya adalah makhluk yang tidak tampak atau ghaib, dan kata insan dalam al-Qur'an menunjukkan bahwa manusia di muka bumi ini seluruhnya totalitas (jiwa dan raga).

Menurut Quraish Shihab, istilah basyar diadopsi dari kata yang pada awal mula artinya adalah penampakkan sesuatu yang baik dan indah, dan dari kata yang mirip maka muncul kata basyarah yang berarti kulit (kulit manusia). Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas dan berbeda dengan kulit hewan atau binatang. 

Di bagian lain dari al-qur'an disebutkan bahwa kata basyar digunakan untuk menunjukkan proses kejadian manusia sebagai basyar melalui tahapan hingga sampai pada waktunya (kedewasaan).di sini tampak bahwasanya kata basyar dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan di dunia dan mampu menjadikannya menanggung atau memikul suatu tanggung jawab, karena itu pula salah satu tugas kepemimpinan yang dipikulkan kepada basyar seperti dijelaskan dalam al-Qur'an surat al-Hijr ayat 28-29.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun