Mohon tunggu...
Dandi Bachtiar
Dandi Bachtiar Mohon Tunggu... Seorang ayah dari tiga putra dan putri

Manusia biasa yang sedang berusaha menjadi lebih baik dari sebelumnya. Semoga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Rindu Kepada Zaken Kabinet

12 September 2025   09:08 Diperbarui: 12 September 2025   09:08 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kabinet Djuanda dikenal sebagai Zaken Kabinet (Sumber: Wikimedia Commons)

Mukadimah: Menengok Ke Belakang

Sejarah Republik Indonesia sejak awal berdirinya selalu diwarnai pergulatan antara politik dan teknokrasi. Begitu proklamasi kemerdekaan dikumandangkan pada 17 Agustus 1945, bangsa ini dihadapkan pada tantangan maha besar: mempertahankan kedaulatan, membangun pemerintahan, dan menata kehidupan berbangsa. Dalam situasi darurat itu, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta membentuk kabinet pertama yang bersifat presidensial. Menariknya, banyak anggota kabinet berasal dari kalangan profesional, birokrat, dan tokoh masyarakat yang dipandang ahli di bidangnya---bukan semata kader partai politik. Itulah cikal bakal apa yang kemudian disebut sebagai zaken kabinet, yaitu kabinet yang disusun berdasarkan keahlian dan profesionalisme, bukan atas dasar kompromi politik.

Di masa awal republik, gagasan zaken kabinet terasa wajar. Negara masih rapuh, sumber daya manusia terbatas, dan tuntutan untuk segera menjalankan roda pemerintahan sangat tinggi. Namun, seiring berjalannya waktu, terutama setelah sistem parlementer diberlakukan dengan Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950, konfigurasi kabinet berubah drastis. Partai-partai politik memperoleh ruang besar, dan kabinet menjadi arena tarik-menarik kepentingan politik. Akibatnya, kabinet sering kali berumur pendek, diguncang oleh mosi tidak percaya dan konflik antarpartai.

Di tengah situasi inilah, muncul kembali kebutuhan akan kabinet yang berisi ahli. Salah satu contoh paling jelas adalah Kabinet Karya (1957--1959) di bawah Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja. Djuanda sendiri bukan tokoh partai, melainkan teknokrat dan insinyur sipil. Kabinet ini sering disebut sebagai zaken kabinet karena mayoritas menterinya dipilih berdasarkan keahlian. Kabinet Karya dianggap relatif berhasil meredam konflik politik dan menjalankan program-program pembangunan yang konkret, meskipun akhirnya berakhir ketika Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden 1959 dan memberlakukan kembali UUD 1945.

Era Orde Baru juga memberi warna tersendiri. Presiden Soeharto, meski menegakkan rezim yang berorientasi politik melalui Golkar, tetap mengandalkan teknokrat dalam jajaran ekonominya. Nama-nama seperti Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Emil Salim, dan rekan-rekannya dari yang dijuluki "Mafia Berkeley" adalah contoh nyata semangat zaken kabinet. Mereka membawa stabilitas makroekonomi dan meletakkan dasar pembangunan jangka panjang, meskipun dalam praktiknya tetap berada di bawah bayang-bayang kontrol politik Soeharto.

Refleksi ke masa silam ini menegaskan bahwa Indonesia tidak asing dengan gagasan zaken kabinet. Justru pada momen-momen kritis, teknokrasi terbukti mampu menghadirkan stabilitas dan efektivitas. Namun, pertanyaan yang selalu muncul adalah: apakah konsep ini bisa bertahan lama di tengah realitas politik multipartai kita?

Kekuatan dan Keberhasilan Zaken Kabinet

Untuk memahami kekuatan zaken kabinet, ada baiknya kita membandingkannya dengan kabinet politik. Dalam kabinet politik, jabatan menteri kerap kali dibagikan sebagai "jatah" partai politik, hasil dari koalisi dan kompromi. Hal ini memang wajar dalam demokrasi, tetapi sering mengorbankan efisiensi. Menteri yang diangkat bisa jadi bukan orang yang paling ahli di bidangnya, melainkan orang yang dianggap paling layak secara politik.

Sebaliknya, zaken kabinet menempatkan keahlian sebagai pertimbangan utama. Seorang ahli ekonomi ditugaskan di bidang keuangan, seorang insinyur memimpin kementerian infrastruktur, dan seorang diplomat berpengalaman menakhodai kementerian luar negeri. Dengan pendekatan ini, keputusan yang diambil lebih berbasis data, analisis, dan kebutuhan nyata, bukan semata hasil negosiasi politik.

Contoh nyata keberhasilan zaken kabinet dapat dilihat pada Kabinet Karya. Meski bekerja di tengah gejolak politik, kabinet ini berhasil memprakarsai pembangunan infrastruktur dasar, memperkuat administrasi negara, dan menata kembali hubungan internasional. Kekuatan lain adalah terbangunnya citra pemerintahan yang kredibel di mata masyarakat dan dunia luar.

Demikian pula pada masa awal Orde Baru, teknokrat ekonomi mampu menekan laju inflasi yang sempat mencapai ratusan persen, mengendalikan hutang luar negeri, dan mengarahkan pembangunan ekonomi ke jalur yang lebih stabil. Mereka mengandalkan disiplin fiskal, keterbukaan terhadap investasi asing, dan modernisasi birokrasi. Walaupun dalam perjalanan berikutnya Orde Baru terjebak dalam praktik otoritarian, tidak bisa dipungkiri bahwa peran teknokrat berhasil menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi pada akhir 1960-an.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun