Mohon tunggu...
danang baskoro
danang baskoro Mohon Tunggu...

Psikolog dan dosen di Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cacat Emosi

7 Januari 2013   14:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:24 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

"Kejadiannya malam, sekitar pukul 20.45, saat itu saat pulang kerja, naik angkot K26A, sampai akhirnya angkot membawa saya ke tol Jatibening. Padahal rute angkot itu hanya Galaxi-Pelayon, angkot perumahan tapi saya dibawa sampai tol Jatibening, arah tol dalam kota," ucap Anna.

"Saya takut diperkosa, sebelum merampas tas, sopirnya minta pinjam HP saya mau telepon temennya, saya bilang nggak ada pulsa. Saya takut dia menghubungi temannya, terus saya diperkosa seperti perampokan di angkot M26 beberapa waktu lalu," terang Anna, Minggu (6/1/2013). Anna mengatakan, meskipun dirinya harus tersungkur ke aspal dan mengalami luka. Namun dirinya bersyukur tidak menjadi korban perkosaan dan nyawanya selamat dari perampokan angkot.

Kejadian yang memprihatinkan seperti diatas belakangan cukup santar terkabar di televisi dan media lainnya. Sungguh ironi sekali karena isu masalah transportasi yang masih membahas mengenai jalur yang semrawut di Jakarta harus ditambah lagi dengan isu keamanan para pengguna transportasi umum yang jauh dari kata aman.

Dalam satu bulan saja sudah terjadi lebih dari tiga kali kejadian serupa yang bahkan telah memakan korban jiwa. Lalu sebenarnya apa yang menyebabkan pelaku tetap kekeh melakukan perampokan tersebut? apa hanya karena masalah perut? apakah karena kebutuhan tertentu? atau bahkan secara psikologis hal tersebut merupakan cara hidup yang ia pakai selama ini?

Diluar jawaban atas pertanyaan tersebut, sebenarnya kita dapat melihat mengenai beberapa kejadian yang mempunyai benang merah yang sama. Banyaknya tawuran antar pelajar, tawuran antar kampung dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh oknum tertentu yang sudah tumbuh subur di beberapa waktu terakhir.

Mungkin kita terlalu disibukkan oleh kesibukkan mencari makan, memikirkan kebutuhan duniawi, pekerjaan, dan barang-barang yang mewah yang ditawarkan di iklan-iklan televisi hingga kita banyak melupakan suatu kebutuhan yang sangat penting. Kebutuhan itu adalah kebutuhan emosional.

Saya tidak akan membahas mengenai spritualitas, karena spiritualitas membutuhkan kajian yang sarat akan nilai, virtue dan aspek yang lebih transenden.

Kebutuhan emosi yang saya maksud disini merupakan kebutuhan mengenai kemampuan mengendalikan emosi, menyalurkannya secara tepat ataupun mendapatkan reaksi emosi yang diharapkan dengan cara yang logis dan tepat sasaran. Sangat jarang sekali keterampilan ini diajarkan disekolah, bahkan meskipun pembentukan sikap dan nilai-nilai luhur mulai di "asupkan" kedalam kurikulum sekolah dengan nama "pendidikan karakter", namun pada kenyataannya hal tersebut belum terlalu terlihat dampaknya.

Kekerasan, ledakan emosi dan temperamental yang parah masih dialami oleh masyarakat yang notabene dapat dikatakan tidak jauh dari pendidikan ini sungguh timpang sekali dengan ukuran intelektualitas mereka.

Sehingga pertanyaannya adalah apakah mereka mulai merasa jenuh dengan situasi saat ini yang penuh dengan kuruwetan? apakah harapan yang menjadi penghibur atas kesulitan mereka mulai meredup seiring meredupnya janji-janji pemerintah yang semakin menghilang ataukah hanya fenomena "deindividuasi" akibat konformitas kelompok? lalu kenapa semua bisa terjadi?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun