Mohon tunggu...
Danang Hamid
Danang Hamid Mohon Tunggu... Apa yang kamu rasakan tetap penting, bahkan jika dunia sibuk sendiri.

Manusia yang pernah menahan banyak hal diam-diam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perdebatan Abadi Bubur Ayam Enaknya Diaduk atau Tidak?

19 Juli 2025   06:33 Diperbarui: 19 Juli 2025   06:33 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Bubur ayam aneka toping (Cnva Generated)

Ada kesenangan dalam ketidakpastian, sendokan yang pertama mungkin dominan kerupuk, sendok berikutnya kaya akan bubur dan ayam. Ini mirip dengan strategi mencari lokal maksimal atau global maksimal dalam setiap sendokan, bukan memaksa rata-rata di keseluruhan.

Perspektif Bos, Ini Bukan Demokrasi, Ini Efisiensi!

Canva Created Image
Canva Created Image
Nah, kalau dari perspektif seorang bos sejati beda lagi! Perdebatan diaduk atau tidak diaduk ini sebenarnya cuma membuang-buang waktu, karena pada akhirnya ada satu cara yang paling efisien dan optimal untuk mencapai tujuan kenikmatan maksimal.

Bagi mereka persoalan diaduk itu Efisiensi! Seorang bos akan melihat proses mengaduk sebagai strategi integrasi dan sinergi. Mengapa harus repot memilih-milih setiap sendokan jika semua komponen dirancang untuk bekerja sama? Tim yang solid akan mencampur semua ide dan talenta untuk satu hasil yang maksimal. 

Tidak ada waktu untuk menikmati individualistis jika tujuan akhirnya adalah performa tim yang mulus. Kerjakan apa yang perlu dikerjakan, satukan semua elemen, dan hasilkan output yang konsisten.


Boss akan berpikir optimalisasi sumber daya rasa, di mana  setiap topping dan setiap bumbu adalah sumber daya harus merata disebarkan, baginya diaduk adalah cara terbaik untuk memastikan tidak ada pemborosan dan setiap suapan adalah yang terbaik. Dalam kaca mata bisnisnya, ia sedang memastikan setiap departemen berkontribusi penuh dan terdistribusi secara merata untuk mencapai target. 

Pada akhirnya, seorang bos tidak butuh perdebatan tanpa ujung, karena keputusan akhir selalu ia yang buat, karena yang penting baginya adalah hasil. Dan kalau bos sudah memutuskan bubur harus diaduk, maka itulah cara yang benar. Karena, tentu saja, bos selalu benar dalam hal mengoptimalkan pengalaman dan mencapai hasil yang diinginkan. Debat hanya akan memperlambat proses menikmati itu sendiri.

Mazhab Romansa Bubur, Refleksi Hubungan Hati

Ilustrasi: Romansa Bubur Ayam (Dokri)
Ilustrasi: Romansa Bubur Ayam (Dokri)
Lucunya, perdebatan bubur ini bahkan bisa dianalogikan dengan mazhab romansa!Para pengaduk seringkali diibaratkan sebagai individu yang mencari keintiman penuh dan kesatuan total dalam sebuah hubungan. Mereka percaya cinta sejati adalah meleburnya dua jiwa menjadi satu, berbagi segalanya tanpa sekat, sehingga rasa cinta terasa merata dan konsisten di setiap detik kebersamaan.


Sementara itu, para penikmat bubur tanpa diaduk bisa diibaratkan sebagai mereka yang menghargai individualitas, ruang pribadi, dan keunikan masing-masing pasangan. Mereka meyakini bahwa hubungan yang kuat justru terbentuk dari apresiasi terhadap perbedaan, di mana setiap pihak tetap punya rasa dan tekstur aslinya, namun tetap bisa menikmati perjalanan bersama. Ini tentang menemukan keindahan dalam keberagaman dan menikmati setiap momen secara terpisah sebelum semua itu membentuk keutuhan.


Pada akhirnya, tulisan ini hanyalah cerita di akhir pekan tentang perang bubur ayam yang bisa kita kaitkan cerminan beragamnya preferensi dan cara manusia menikmati hidup. Tidak ada benar atau salah yang mutlak, yang ada hanyalah kenikmatan personal yang membuat semangkuk bubur ayam menjadi lebih dari sekadar makananan, sebuah filosofi, pengalaman dan bahkan sebuah topik perbincangan abadi yang selalu seru umtuk diperbincangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun