Mohon tunggu...
Danang Hamid
Danang Hamid Mohon Tunggu... Apa yang kamu rasakan tetap penting, bahkan jika dunia sibuk sendiri.

Manusia yang pernah menahan banyak hal diam-diam.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Ketika Raja Ampat Terlalu Jauh, Sebuah Refleksi Kebisingan

11 Juni 2025   08:53 Diperbarui: 11 Juni 2025   11:42 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Galunggung dari arah selatan (dokpri)


"Kejauhan Raja Ampat, lindungi saja lingkungan setempat," ujar seorang teman yang tampak pada story WA-nya kemarin (10/6). Sepertinya  ia sedang merespon betapa berisiknya netizen kali ini, mulai dari story WA, lini masa di facebook hingga X, Tiktok dan Instagram tak kalah ramai bicara upaya pelestarian dan mempertahankan alam di tempat yang  sebetulnya berjarak ribuan kilometer dari pulau Jawa ini.

Sekilas, ucapannya masuk akal. Mengapa repot memikirkan gugusan pulau-pulau kecil di Papua Barat sana, sementara sampah menumpuk di sudut jalan, di tempat-tempat sepi orang dengan sesuka hati melemparkan bungkusan sampah secara sembunyi-sembunyi yang dibawa dari tempat tinggalnya? atau mengapa sungai hitam pekat mengalir di kampung sendiri dibiarkan, dan melihat selokan mampet tak ada yang berbuat?

Saya sepakat, yang dekat jangan diabaikan, tapi kita tak harus memilih salah satunya, bisa saja Raja Ampat menjadi simbol atau lokasi-lokasi lain yang perlu mendapat perhatian sebelum terlanjur rusak porak poranda oleh aktivitas tambang, sebagaimana Galunggung pun bisa menjadi peringatan, bahkan sejak lama cenderung diabaikan.

"Harusnya udah cukup, ya dieksploitasi! Dari era 80-an kan?" ungkap Ajis (45) warga Tawang Banteng, Tasikmalaya.

Aktivitas tambang pasir Gunung Galunggung di Kabupaten Tasikmalaya memang sudah lama ada, seingat penulis pun dari zaman Orba pasir Galunggung sudah sering diangkut ke kota-kota, jalan kereta pun pernah dibangun hingga Pirusa dan Cibanjaran untuk mempermumdah distribusi pasirnya. Tapi, bukit-bukit di sekitar Kubangkoak telah lama terancam, Pasir Angin terkikis, aliran air rusak, kolam-kolam ikan menghitam dan bukit terbelah, pedangkalan sungai, rusaknya drainase pertanian, dan pencemaran air oleh limbah tambang terutama lumpur.

Namun kabarnya, Pemprov Jabar nampaknya mengubah arah. Saat ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat disebut-sebut sedang melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh aktivitas tambang di kawasan Gunung Galunggung. 

Beberapa waktu lalu masyarakat sekitar Galunggung ramai membicarakan peninjauan tambang pasir yang ternyata dilakukan untuk memastikan bahwa hanya perusahaan yang memiliki izin resmi dan menjalankan kegiatan sesuai dengan aturan lingkungan yang diperbolehkan beroperasi.

"Lokasi tambang sepi, sejak beberapa minggu lalu, lihat saja truk pasir juga jarang lewat, kan?" kata Udin (39), Warga Kecamatan Sukaratu (9/6).

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat sebelumnya mengungkapkan bahwa hanya ada tiga perusahaan tambang yang legal dan memiliki izin operasi aktif di kawasan tersebut.

Sisanya, termasuk tambang-tambang skala kecil yang dilakukan oleh oknum masyarakat atau kelompok tanpa izin, kini tengah dalam proses evaluasi dan penertiban.

Akibat penertiban tersebut harga pasir Galunggung pun naik Rp350 ribu per Colt Bak, yang semula hanya RP280 ribu saja, tentu saja musabab suplai terbatas. Tapi alam mendapatkan napasnya kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun