Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Malamang Jelang Puasa di Tengah Harga Bahan Pokok Melambung

20 Maret 2023   12:15 Diperbarui: 20 Maret 2023   12:31 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masyarakat membuat lamang untuk kebutuhan mengaji ke puasa di Padang Pariaman. (foto dok pribadi)

Sebab ada tradisi dan kebiasaan di suatu kampung, kalau mengaji pusara itu pada saat orang melihat bulan. Begitu juga pribadi masing-masing yang mewiridkan mengaji ke puasa itu malam saat orang melihat bulan. 

Kembali ke cerita lamang. Meskipun bulan ini disebut sebagai bulan lamang, bukan berarti di bulan lainnya tidak ada orang membuat makanan ini di Padang Pariaman. 

Ada. Seperti pada saat masyarakat melakukan hajatan atau mengaji pada saat setelah peristiwa kematian, yang disebut dengan meniga, menujuh, mendua kali tujuh, empat puluh sampai seratus hari peringatan kematian, ini pada umumnya ahli waris membuat lamang.

Pun bulan maulid juga membuat lamang. Bahkan bulan maulid ini di Padang Pariaman tiga bulan, dan rata-rata masyarakat membuat lamang, karena di masjid atau surau-nya sedang memperingati maulid. 

Daerah ini terkenal banyak surau dan masjid. Surau ada yang milik kampung disebut sebagai surau korong. Banyak juga surau kaum. Masing-masing kaum membuat sebuah surau.

Tak heran, di sebuah nagari kecil ditemui banyak surau dan rumah ibadah. Belum lagi surau dibangun oleh pribadi, para tokoh masyarakat yang sukses di rantau, lalu bangun surau rancak di kampung.

Lamang dibuat juga ada untuk pelepas kerinduan orang rantau pada kampung. Lamang pun jadi media silaturahmi dan komunikasi antar kampung yang satu dengan kampung lainnya. 

Ya, masyarakat adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Mereka butuh kawan dan teman. Begitu pula dalam membuat lamang, ada tetangga dekat dan jauh yang ikut bekerja. 

Kalau membuat lamang dalam versi besar dan banyak, ini butuh waktu semalam sehari. Sejak senja para ibu-ibu telah bekerja, membersihkan buluh, mengukur kelapa, menanak nasi dan membuat sambal.

Lalu ada yang membasuh beras pulut untuk dijadikan lamang. Yang laki-laki membuat bantalan lamang. Bantalan adalah untuk memasak lamang.

Dua batang besi di pajang pakai tonggak, dengan pakai jarak. Di tengahnya api menggejolak, menghanguskan sabut kelapa dan kayu bakar yang teronggok di bagian tengah itu.

Di sini tercermin silaturahmi ipar besan, andan pesumandan, gotong royong bersama membuat makanan yang namanya lamang. (ad)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun