Tiba-tiba seorang peserta yang juga host dalam webinar itu bertanya cara menumbuhkan dan menghadirkan motivasi dalam diri untuk bisa memulai menulis.
Nah, tentu sebuah pertanyaan yang menggelitik dan menantang saya selaku narasumber dalam webinar spesial yang diadakan Ikatan Mahasiswa Pesantren Nurul Yaqin (IMPNY) Kota Padang, Kamis (1/9/2022) malam.
Artinya, saya menyimpulkan betapa semangat untuk menulis dari peserta yang mayoritas alumni pesantren yang sedang mahasiswa ini cukup tinggi.
"Menulis adalah budayanya santri. Tapi itu dulu. Sekarang, budaya itu mulai hilang, dan beralih ke budaya tutur," kata saya.
Ulama dan santri dulu, pada umumnya melahirkan karya tulis berupa buku dan kitab, yang sampai sekarang kitabnya itu jadi pelajaran pokok para santri di pesantren.
Tak ada ulama dulu yang tidak punya karya tulis. Sekarang, kondisi yang terjadi saat ini harus dijadikan motivasi oleh santri saat ini untuk bisa menulis pula.
"Orang dulu dengan serba keterbatasan, mampu melahirkan karya besar, dan karya tulisnya itu kita nikmati saat ini. Sekarang, sudah serba mudah dan murah, kok tak bisa bisa kita membuat karya tulis," tanya saya memotivasi para mahasiswa tersebut.
Menulis, tak butuh waktu dan ruangan khusus. Yang paling penting adalah kemauan dan keinginan untuk menulis. Sehebat apapun pelatihan penulisan kita ikuti, tapi keinginan untuk menulis tak timbul, jangan harap akan lahir karya tulis.
Jadi, menulis itu yang paling utama keinginan. Lahirkan keinginan, buat tulisan sesuai pikiran kita. Ada banyak jenis tulisan dalam media itu.
Ada berita, laporan, feature, opini atau artikel, cerita bersambung. Tergantung apa jenis tulisan yang menjadi keinginan kita untuk menulisnya.