Dulu, Nagari Lubuk Alung sama luas dan besar dengan Kecamatan Lubuk Alung itu sendiri. Meskipun beda Tupoksi kerja, wilayah kekuasaan camat dan walinagari sama besar.
Itu yang dialami Lubuk Alung di awal otonomi daerah, desa sudah berubah jadi nagari. Ada gejolak yang tinggi dari masyarakat, dan banyak pula tokoh masyarakat yang tak ingin wilayah dipecah.
Politik memang terasa tinggi di wilayah yang terkenal dengan panasnya ini. Lubuk Alung lebih heterogen dari Batang Anai, kecamatan nomor satu jumlah penduduk terbanyak di Kabupaten Padang Pariaman.
Dalam setiap kali momen politik, Pileg, Pilpres dan Pilkada, gejolak dan suhu politik terasa sekali meningkat tajam di wilayah ini.
Tak heran, untuk pemekaran wilayah pertama kali di Lubuk Alung ini diawali dengan demonstrasi, dan sedikit kekerasan. Adalah Pasie Laweh yang pertama kali minta dimekarkan.
Meskipun akhirnya Pasie Laweh berhasil menjadikan korongnya jadi nagari beberapa tahun setelah demi itu, setidaknya persoalan pemekaran ini menjadi catatan sejarah penting.
Ya, tak selalu tokoh hebat dan berjibaku menuntut pemekaran ini mampu memenangkan persaingan kepemimpinan di wilayah itu.
Malah yang terpilih jadi Walinagari, tokoh yang tak pernah dianggap berjasa dalam memperjuangkan hadirnya sebuah pemerintahan terendah itu.
Pasie Laweh yang menghoyak pertama, dan keberhasilan itu pun juga menjadi peluang besar bagi korong lainnya di Lubuk Alung saat itu.
Aie Tajun Lubuk Alung, Sikabu Lubuk Alung, Buayan Lubuk Alung, dan Pungguang Kasiak Lubuk Alung akhirnya tegak sama tinggi, duduk sama rendah dengan Pasie Laweh dan Lubuk Alung itu sendiri.