Namun, itu tidak dilakukannya. Buya ingin, semua pasien harus sama, dan dapat perlakuan yang sama, meskipun rumah sakitnya milik satu golongan.
Begitu benar keteladanan yang dia tularkan kepada semua anak bangsa ini. Bisa dan banyak peluangnya untuk dapat kekuasaan negara, tapi tak dilakukannya.
Buya ingin alam yang menentukannya. Seleksi alam, tentu langsung dari Yang Maha Kuasa.
Kegiatan dakwah secara lisan dan tulisan, membuat Buya bebas dan merdeka berpikir, serta berbuat untuk kemaslahatan bangsanya sendiri.
Sikap diterima semua kalangan itulah, Buya mampu melihat sebuah persoalan secara proporsional, dan bertindak secara profesional.
Baginya, memberikan teguran, atau mengkritik kekuasaan yang sedang berjalan, tak punya pertimbangan selain menunaikan kewajiban sesama manusia, dan sesama muslim, serta sesama anak bangsa.
Dia pernah menegur Presiden Gus Dur saat sedang berkuasa. Baik secara lisan, maupun secara tulisan.
Hebatnya, kedua tokoh bangsa ini tak pernah saling menyalahkan. Yang ada hanya saling membutuhkan.
Suatu ketika, saat hadir dalam kegiatan Haul Gus Dur, Buya Syafii Maarif mengaku rindu dengan kawannya itu.
Rindu akan guyonan, dan joke Gus Dur yang begitu mampu meredamkan api amarah yang sedang memuncak.
Tak heran, semua tokoh agama di republik ini merasa kehilangan atas wafatnya Buya Jumat (27/5/2022).