Pihak kontra juga gencar menyusupi kampus dan menggaet mahasiswa untuk berteriak kencang: tolak Semen Rembang! Parahnya, mahasiswa juga mau-maunya disuruh teriak ini itu, padahal mereka belum lihat seperti apa area pabrik semen. Mereka sok tahu dan berbusa-busa berbicara istilah-istilah aneh yang terlalu ilmiah dan sulit dimengerti. Padahal materi tentang lingkungan kan tidak ada mata kuliahnya, kecuali yang spesifik di jurusan teknik.
Lagi pula, coba tanggalkan sejenak almamater dosen dan mahasiswa, tanyakan ke diri Anda masing-masing. Selama ini, kebaikan apa sih yang sudah Anda lakukan untuk melestarikan lingkungan? Anda yang teriak-teriak atas nama lingkungan, planet, masa depan bumi, bla bla bla; coba sudah punya strategi apa untuk menyelamatkan bumi? Minimalnya, Green Lifestyle seperti apa yang sudah Anda jalani selama ini?
Ke mana suara Anda untuk itu semua? Kenapa hanya Semen Rembang saja yang dibombardir?
Merenungi itu, saya justru malu. Semen Indonesia sama sekali tidak marah meski sudah babak belur. Ia malah menyiram api permusuhan dari pihak lawan dengan air kedamaian. Yakni membuat program Wisata Green Industry. Program yang menelanjangi daleman alias jeroan pabrik dan manajemen Semen Indonesia. Sama sekali tanpa rasa berat hati.
Petikan hasil ngobrol saya dengan Manajer Unit Sosial Media PT. Semen Indonesia, Arief Hermawan, pasca acara. Dia mengatakan, "Informasi bisa datang dari mana saja. Di era sosmed tidak ada hal yang bisa ditutupi. Jadi dari pada menutupi, mending kita melakukan hal terbaik dan mencoba terbuka. Kalau pun ada kekurangan, toh itu menjadi upaya kita untuk mencapai peringkat yang lebih baik".
Bijak sekali, bukan? Bahkan event WEGI ini dirancang untuk semua perusahaan yang sudah menerapkan green industry. Juga untuk memancing perusahaan yang hari ini masih memiliki rapor merah dari KLH, agar dapat berbenah dan kian sadar pentingnya pilar 3P (Profit, People, Planet). Hingga akhirnya berlomba-lomba menjadi perusahaan yang ramah lingkungan.
Arief mendambakan, "Ke depan arahnya WEGI bisa menjadi spake nasional. Ingin WEGI menjadi cikal bakal sosialisasi green-dus se-Indonesia. Hastag green-dus menjadi milik event-event seluruh Indonesia yang berkaitan dengan edukasi green industry".
Ayah dari 3 anak ini sadar betul bahwa WEGI yang digagas Semen Indonesia ini baru langkah awal untuk mengedukasi masyarakat terkait prosedur pembangunan pabrik. Menurutnya, Di Eropa atau Amerika tidak ada orang demo ke pabrik, karena mereka tahu kalau pabrik berdiri pasti sudah melalui prosedur yang ditetapkan pemerintah. Melalui WEGI, Semen mencoba menunjukkan keadaan yang sebenarnya. Menunjukkan kebenaran yang selama ini dengan mudahnya diputar balik. Dengan tangan terbuka, Semen membiarkan masyarakat menilai.
"Kita harus menyuarakan bagaimana menjadi masyarakat yang seharusnya. Biarkan pabrik melakukan apa tugas mereka sebenarnya", kata Arief, mengakhiri perbincangan.
Inilah mengapa di awal saya membridging dengan kisah cinta. Sejak sebelum menulis hingga tulisan ini berakhir, hanya satu yang terlintas di kepala: semua tentang wujud cinta dari Semen (Indonesia) untuk Indonesia. Bukankah orang yang pernah merasa sangat mencintai, pasti terbalik sangat tersakiti ketika dia kehilangan? Agaknya, Semen sedang sangat tersakiti (oleh manusia-manusia yang mengaku pecinta lingkungan) lantaran Semen teramat mencintai lingkungan.