Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ahok Dapat Cinta, Fadli Zon Dapat Apa?

1 Mei 2017   11:04 Diperbarui: 1 Mei 2017   12:43 4213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau mau jujur, yayasan pencatat rekor semacam Museum Rekor Indonesia (MURI)  seharusnya sudah datang tanpa diundang. Ini jelas rekor baru untuk Indonesia. Tak hanya dari jumlah karangan bunga yang datang, tetapi banyak hal unik di sana termasuk pengirimnya yang datang dari berbagai negara, juga kalimat ucapan selamatnya yang lain daripada yang lain. 

MURI bisa mendokumentasikan, mencatatnya satu per satu, sebagai dokumen yang layak disimpan di museum mereka. Itu kalau MURI bukan yayasan rekor politis, atau yayasan yang mencatat rekor karena pertimbangan politis. Jadi, mengapa MURI belum datang mencatat dan mengumumkan sebagai sebuah rekor di Indonesia? Mungkin Pak Lek Jaya Suprana yang lebih tahu.

Kalau MURI tidak berkenan, momen ada banyak cinta dan karangan bunga di Balai Kota Jakarta ini cukup layak dapat perhatian dunia. Konon sudah ada pula yang mengusulkan agar hal ini bisa tercatat di Guiness Book of Record.  Cinta memang bisa memunculkan segala yang tak terkira, termasuk cinta kepada pemimpin model Ahok, si Nemo ikan kecil di belantara karang politik Jakarta.

Entah memenuhi syarat atau tidak untuk dicatat di Guiness Book of Record, parade ribuan karangan bunga di Balai Kota Jakarta adalah sebuah ekspresi politik yang elegan. Sebuah ekspresi cinta rakyat kepada pemimpin yang mereka nilai cakap, loyal, melayani, jujur, adil, dan mengayomi. Bahasa bunga yang penuh ekspresi cinta, telah dipilih sebagai ekspresi nilai demokrasi yang menyejukkan.

Itulah pilihan para pendukung Ahok-Djarot dalam mengekspresikan perasaannya setelah jagoan mereka kalah di Pilkada DKI Jakarta. Mereka tetap konsisten dalam menolak cara-cara "teror" yang menakutkan, yang mewarnai pilkada. Demokrasi yang penuh kemarahan dan teror bukanlah demokrasi tetapi sebuah pemaksaan kehendak. Mereka melawan itu semua dengan bahasa bunga. 

Kini meski jagoan mereka kalah, mereka tetap menyemangati, memberi penghormatan, mengutarakan dukungan, dengan bahasa bunga. Tanpa harus mengganggu harmoni kehidupan, memacetkan jalan, memaki, dan menghardik, mereka konsisten dengan sikap bahwa kebaikan tetaplah sebuah kebaikan tak peduli kalah atau menang. Apa yang telah dilakukan Ahok-Djarot tetap mereka nilai sebuah keutamaan yang patut diberi penghormatan.

Suasana kebatinan inilah yang mungkin gagal ditangkap dan dimaknai oleh Fadli Zon yang juga wakil ketua DPR itu. Dia menilai mengalirnya ribuan karangan bunga ke Balai Kota Jakarta itu tak lebih dari politik pencitraan murahan. [1] Dengan ucapannya itu, Fadli seolah kehilangan cinta dan tak bisa lagi merasakan kehadirannya pada ribuan karangan bunga dari beribu orang itu.

Dan, saat ada yang menitipkan satu karangan bunga kepadanya karena Balai Kota sudah penuh, Fadli Zon malah teringat bungkusan paket sembako. Tidak nyambung, gitu lho. Masak di saat orang terharu biru oleh perasaan cinta, Fadli Zon hanya ingat penderitaan perut yang harus dipenuhi dengan paket sembako. Mungkinkah ini yang disebut ungkapan "tak perlu cinta yang penting perut kenyang"? 

Bisa saja. Fadli Zon mungkin juga telah lupa pada masa mudanya, saat dia berbahasa bunga juga. Saat datang ke makam Karl Mark tokoh marxisme yang dikaguminya itu, dia datang dengan seikat bunga mawar di tangannya. [2] Adakah cinta Fadli Zon saat itu? Atau, mungkinkah hanya itu bunga yang dia punya sehingga tidak bisa lagi merasakan sentuhan cinta di hamparan karangan bunga  di Balai Kota Jakarta?

detiknews.com
detiknews.com
Bunga adalah bahasa cinta yang universal. Tentu saja, hanya orang yang punya cinta dan kelembutan hati yang bisa merasakannya. Ia bisa jadi simbol pemujaan, penghormatan, kehilangan, hingga  permohonoan ampunan ke Dzat Yang Kekal untuk orang yang sudah menghadap ke hadlirat-Nya. Ada cinta dan kepasrahan di sana. Tentu, masih banyak makna pada bahasa bunga.

Apa yang terjadi di Balai Kota Jakarta ini memang sedikit menyimpang dari kebiasaan yang terjadi pada sebuah momen "pertandingan". Umumnya para pemenanglah yang akan dikirimi karangan bunga ucapan selamat. Tetapi, kebiasaan itu tidak berlaku di Pilkada DKI Jakarta. Ahok-Djarotlah yang justru dibanjiri karangan bunga dari para pendukungnya, baik yang dari dalam maupun luar negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun