Mohon tunggu...
Dail Maruf
Dail Maruf Mohon Tunggu... Guru - Ketua Yayasan Semesta Alam Madani Kota Serang

Guru pembelajar, motivator, dan penulis buku dan artikel

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kedaulatan Rakyat vs Kedaulatan Parpol

21 September 2022   03:25 Diperbarui: 21 September 2022   03:27 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kedaulat Rakyat Vs Kedaulat Parpol di Pilpres 2024

 

Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar. Jika membaca teksnya jelas bahwa kedaulatan di NKRI ini ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar. Namun hari ini kita merasakan bahwa kedaulatan itu bukan lagi di tangan rakyat namun di tangan Partai Politik (baca Parpol).

Perhatikan saja ungkapan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri, yang sering mengatakan bahwa Pak Jokowi itu Presiden jabatannya. Namun dalam kepartaian di PDIP beliau petugas partai. Kita tentu faham apa maknanya, orang nomor 1 di NKRI yang kita banggakan  ternyata adalah petugas PDIP. 

Boleh saja jabatan Pak Jokowi tertinggi sebagai Presiden dalam bernegara, namun dalam PDIP tidak beda dengan petugas PDIP yang lain misalnya yang ditugaskan sebagai Scurity atau bagian sekretaris dan sejenisnya.

Saya ulas masalah ini, karena jujur  saja, sebagai anak bangsa rasanya tidak tega dengan Presiden Jokowi yang dalam beberapa video yang beredar di kantor PDIP tampak begitu manut dan tak berdaya saat menghadap Ketum PDIP Megawati. 

Tampak sekali bahwa kekuasaan Presiden Jokowi  tak berdaya di hadapan pimpinan Partai berlambang Banteng moncong putih ini. Relasinya seperti kuli dengan majikan, maaf jika analogi kurang sesuai, ini mungkin hanya perasaan hati saya yang subjektif bukan mewakili perasaan mayoritas rakyat Indonesia.

Bulsit dengan semua perasaan yang campur aduk dalam praktek politik di NKRI, dalam praktek berbangsa dan bernegara, namun menjelang Pilpres 2024 yang masih 2 tahun menjelang, rasanya rakyat Indonesia tak dapat berharap banyak dari Proses Pemilu yang akan terjadi. Lha Pemulu saja belum, mengapa berpikiran psimistis? 

Memang demikian adanya, perhatikan saja bagaimana Pedenya Para Ketua umum Parpol hari ini, mereka merasa paling jumawa dan yakinnya untuk mencalonkan dirinya sebagai Presiden, atau mencalonkan anak kandungnya sebagai Presiden.

Melihat gejala alam, dan kuatnya penggiringan opini oleh "buzzer" terhadap bangunan narasi demokrasi prosedural, di Pilpres 2024 kita akan kesulitan mendapatkan pasangan calon Presiden dan wakil Presiden di luar Parpol besar. Karena UU Pemilu sudah dirancang (rekayasa) oleh DPR yang notabene tentu saja akan membuat dan menetapkan aturan Pilpres yang menguntungkan parpol besar seperti PDIP, Golkar, Gerindra, dan beberapa Parpol Islam lainnya.

Elektroral Treshold 20 %  sebagaimana dalam Pasal 222 UU nomor 7 tahun 2007 tentang PEMILU berbunyi sebagai berikut :

"Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya."

Dari aturan  di atas, Parpol besar sudah berhasil membuat sebuah sistem yang sedemikian rupa sehingga  NKRI ini  sulit maju. Bagaimana bisa menjadi bangsa yang besar dan berkemajuan, jika Pemilu sebagai gerbang utama lahirnya demokrasi untuk mencalonka Presiden saja sudah menjegal potensi putra terbaik bangsa yang punya kapabilitas dan prestasi untuk maju jadi Capres-Cawapres kandas dengan aturan Pemilu yang tak pro rakyat.

sumber : tirto.id
sumber : tirto.id

Dimana letaknya kedaulatan rakyat di NKRI hari ini?. Jika memang untuk mencalonkan Presiden-Wapres saja sudah dibatasi minimal punya suara di parlemen 20% maka hanya akan ada 2 pasangan saja yang akan tambil dalam Pilpres 2024. Inilah momen dimana telah terjadi kematian kedaulatan rakyat di negeri ini, dan yang membunuhnya adalah Parpol yang berkoalisi dengan kekuatan oligarki untuk membuat RUU Pemilu yang membajak kedaulatan rakyat.

Parpol yang seharusnya menjadi aspirasi rakyat untuk menyerap apa yang disuarakannya malah balik arah menjadi lembaga yang bertentangan dengan kehedak rakyat. Jika ini terjadi maka dapat saja rakyat menggugat keberadaan Parpol yang ada untuk dibubarkan karena sudah tidak sesuai denga tujuan berbangsa dan bernegara. Untuk apa Parpol ada jika tidak mengaspirasikan kehendak para pemilihnya. Pencalonan Presiden oleh Parpol yang ugal-ugalan dan hanya semau Ketua Umumnya saja jelas ini bertentangan dengan kedaulatan rakyat.

Buat apa hasil survey lembaga ini dan itu yang memaparkan bahwa nama Anis Baswedan, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Ridwan Kamil, AHY, Eric Tohir, dan lainnya sebagai Capres dengan popularitas dan elektabilitas tinggi, jika Parpol yang ada tak menggubrisnya?.

Bukankah semakin banyak pasangan Capres-Cawapres yang maju di Pilpres 2024, maka akan semakin baik bagi tumbuh kembang demokrasi di Indonesia?. Janganlah bangsa ini hanya mengusung 2 pasangan Capres dan Cawapres. Cukup 1 kali bangsa Indonesia mengalami keterebelahan berbangsa dan bernegara dengan stigma Kampret dan Cebong.  Kita lelah untuk saling menyerang dalam proses panjang Pilpres Pra Pemilu, saat Pilpres dan pasca Pilpres, sayang energy terbuang sia-sia lebih baik digunakan untuk membangun NKRI secara bersama.

Upaya yang dapat Rakyat lakukan untuk mencegah pembajakan Kedaulatan rakyat oleh kedaulatan Parpol adalah :

  • Tolak ambang batas 20 % sebagai syarat pencapresan karena itu mengkebiri demokrasi dan bertentangan dengan kedaulatan rakyat
  • Terus deklarasikan Capres pilihan rakyat untuk melawan pencapresan versi Parpol
  • Jika hingga menjelang pengumuman pasangan Capres -- Cawapres  oleh Parpol ternyata yang diumumkan adalah Ketum parpol masing-masing, atau anaknya, maka saatnya rakyat menyegel kantor Parpol besar yang telah merampas kedaulatan rakyat dan membubarkannya.

sumber : voa.islam.com
sumber : voa.islam.com

Demikian apa yang menjadi gagasan penulis yang merasakan bahwa demokrasi di NKRI sudah ada di tepi jurang, dan kita harus bersama-sama menyelamatkannya. Lihat saja penempatan ketua Pembina BPIP oleh Presiden Jokowi yang menempatkan Megawati Soekarno Putri sebagai ketua Pembinanya. Juga ketua Badan Riset Indonesia (BRIS) yang juga diketuai Megawati, dan kita lihat hingga hari ini, tidak ada peran dan fungsinya. Seperti yang dikritik almarhum Prof. Azyumardi Azra  dalam tautan video berikut :

Salam demokrasi, saatnya rakyat ambil kendali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun