Salah satu cara melakukan kritik tanpa perlu marah-marah adalah menulis teks anekdot. Mengungkapkan kritik dengan senyuman disebut anekdot atau lawakan tunggal atau komedi tunggal. Teks anekdot adalah cerita narasi pendek, ringan dan humoris. Orang yang melakukan lawakan tunggal disebut komika. Melalui teknik lawakan tunggal, komika menyampaikan gagasan ketidaksetujuannya terhadap sesuatu hal, baik berupa kritikan sosial yang berdasarkan penelitian maupun kegelisahan dirinya.
Dalam menyampaikan anekdot, seorang komika memiliki gagasan atau ide lawakan tunggal. Ide tersebut merupakan proses jalannya sebuah cerita lawakan. Tentunya tak hanya gagasan dalam cerita tetapi ada pesan moral yang terkandung dalam cerita. Setiap orang yang mendengar lawakan tunggal bisa menangkap pesan moral pada cerita yang disampaikan dan mengaitkannya dengan gagasan cerita.
Cara beranekdot juga bisa digunakan untuk menegur seseorang tanpa harus menyakiti. Melalui penyampaian kritik secara menggelitik, tentunya keberterimaan kritik akan semakin besar. Namun, ada baiknya sebelum menyampaikan kritik pada seseorang, kita mengenal karakter orang tersebut supaya metode yang dilakukan tepat sasaran.
Contoh lawakan tunggal atau anekdot tampak pada gambar di bawah ini. Ilustrasi gambar tikus berdasi, polisi dan murid. Ketika kita memperhatikan gambar dan membaca kalimat di bawah ini kita akan terbawa suasana santai dan tersenyum sendiri. Tanpa disadari ada gagasan gambar, yaitu: tikus berdasi sebagai simbol orang yang suka melakukan korupsi. Pesan tersiratnya adalah para penegak hukum jangan salah fokus mengawasi anak yang sedang ujian UN tetapi fokuslah melihat tindakan korupsi oleh tikus berdasi.
Mempelajari teks anekdot amat menarik. Ilustrasi gambar menyatu dengan gagasan dan pesan cerita. Secara tak langsung, kritik telah tersampaikan dengan cara elegan.
Ada tiga garis besar struktur teks anekdot, diantaranya:
1. Orientasi
berupa pengenalan kondisi dan karakter tokoh cerita biasanya menggambarkan kehidupan si tokoh cerita dan situasinya.
2. Komplikasi
Permasalahan yang dihadapi oleh tokoh cerita. Bagian ini merupakan puncak cerita yang mengundang tawa sekaligus kritikan terhadap topik yang diangkat.