Mohon tunggu...
Dahlan Khatami
Dahlan Khatami Mohon Tunggu... Lainnya - blablablabla

Hanya menulis yang terlintas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rasa yang Berpikir

20 Juni 2022   14:18 Diperbarui: 20 Juni 2022   14:23 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam yang dinginnya menusuk-nusuk raga serta badan menjadi kaku oleh hembusannya menjadi siksa bagiku. Malam yang tanpa manusia seorangpun. Terbesit lintas penasaran, apa yang ada ketika yang tersisa hanya kesendirian? Pertanyaan ini masuk ke dalam diri tanpa diundang dan tanpa permisi. Belum mendapat izin namun sudah hadir. Menjadi tamu untuk Rasa yang berada di rumahnya.

Pertanyaan bertamu dengan penuh kesantunan sesuai prinsip tata krama semesta. Rasa pun memuliakan tamunya dengan menyuguhkan secangkir teh merah, teh hijau dan teh putih beserta masing-masing tekonya. Sebagai bentuk beradab ia pun menikmati ketiga teh tersebut. "Teh sebagai bentuk kemuliaan yang diberikan untuk perekat hubungan sesama makhluk", Rasa memuji teh dan pemberi kemuliaan pemilik rumah. Namun sesuai hukum semesta bahwa tidak ada yang terpisah dan terbagi-bagi. 

Pertanyaan dan Rasa menjadi satu kesatuan. Mereka saling menuntun satu sama lain. Pertanyaan telah melengkapi Rasa dengan makna yang dilukiskan dalam beragam bentuk. Tetapi Rasa masih berusaha melengkapi Pertanyaan yang telah memberikan sebuah potongan puzzle yang hilang di dalam dirinya. Namun Rasa mengasah dirinya agar mampu melengkapi Pertanyaan. 

Malam memberi udara yang lebih dingin dari sebelumnya dan lebih menghujam bagi diriku. Bulan yang terang menatapku dengan datar tanpa wajah yang berkata-kata. Bintang bersama teman-temannya menemani diriku mena raga ini melangkahkan kakinya. Bulan dan bintang memperhatikanku dengan tajam dan datar. Mereka berdua mengetahui bahwa Rasa kesulitan untuk melengkapi satu puzzle kosong pada Pertanyaan. Rasa akhirnya menjatuhkan air mata yang dimilikinya hingga air mata membasahi wajahnya. 

Ia bertekad melengkapi satu puzzle kosong melalui pencariannya. Rasa mencari jawaban di jalan-jalan renung. Ketika berjalan di jalan ini potongan-potongan kecil mengumpulkan dirinya. Dan membentuk diri menjadi sebongkah Puzzle. Sehingga Rasa mampu melengkapi diri sang Pertanyaan yang berbentuk "Apa yang ada ketika yang tersisa hanya kesendirian?". Dilengkapi dengan puzzle yang berbentuk bahwa di dalam kesendirian yang tersisa salah satunya adalah diri sendiri. Yang di dalam kesendirian menjadi waktu tepat. Untuk mengenal diri sendiri secara jujur apa adanya. Tanpa campur tangan orang lain yang mengotori perkenalan dengan diri sendiri. 

Waktu kesendirian menghentikan sejenak segala bentuk gerakan roda pikiran penuh pembelaan. Yang mendominasi di dalam diri sendiri hingga membuatnya terlalu tegang dengan dirinya. Dan di waktu ini pikiran mendapat jatah istirahatnya. Di dalam kesendirian mampu mengenal tuhannya dengan penuh kedalaman. Hingga ia menyadari bahwa tuhannya lebih dekat dari urat lehernya. Tuhan hadir dalam kesendiriannya begitu jelas celah bantahan sedikitpun. Akhirnya kesendirian mampu menemukan puzzle yang hilang di antara Rasa dan Pertanyaan. Bulan dan bintang menjadi saksi atas peristiwa malam ini. Lalu mereka menumpahkan senyum secara bersama-sama. Hingga banjir senyuman sepanjang jalan melintas. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun