Dalam diskursus mengenai asal-usul uang, terdapat argumentasi kuat yang menyatakan bahwa sejak kemunculan uang pertama kali, keberadaan kredit dan utang telah menjadi bayangan yang menyertainya. Pandangan ini menantang narasi sejarah uang konvensional yang sering mengedepankan model barter sebagai prekursor utama atas peran uang.
Seperti yang diisyaratkan oleh Friedrich Engels, yang merujuk pada "kerinduan akan masa lalu yang indah" ketika "uang dan riba" belum ada, kehadiran uang secara inheren membawa serta mekanisme "penagihan utang secara paksa," yang menciptakan "kekuatan sosial baru... di hadapan siapa seluruh masyarakat harus tunduk." Konsekuensinya menunjukkan bahwa uang, sejak awal kemunculannya, bukanlah sekadar alat tukar yang netral-esensi dan netral-konteks, melainkan juga menjadi instrumen yang membentuk dan menekan hubungan sosial.
Seturut dengan pandangan ini, beberapa teoretisi moneter modern berpendapat bahwa uang, pada dasarnya, tidak lain adalah sistem kredit dan utang sedari awal penciptaannya. Dalam kerangka pemahaman ini, uang dipandang sebagai seperangkat akun dan saldo yang secara fundamental merepresentasikan distribusi kekayaan dan kewajiban dalam suatu masyarakat. Apa yang kita lihat dalam bentuk pertukaran koin dan mata uang fisik, menurut teori ini, hanyalah sarana untuk melunasi rekening dan melakukan transfer antarsaldo yang berbeda --- yaitu, uang sebagai alat pembayaran.
Argumentasi di paragraf di atas, yang dikenal sebagai teori uang kredit (credit theory of money)Â atau chartalism, menempatkan utang dan kredit sebagai esensi dari eksistensi uang, bukan sebagai fitur sekunder darinya. Berbeda dengan pandangan teori komoditas uang (commodity theory of money)Â yang menekankan asal-usul uang dari barter komoditas bernilai intrinsik (seperti emas atau perak), teori uang kredit berpendapat bahwa uang awalnya muncul sebagai sistem pencatatan utang dan kewajiban.
Dalam banyak masyarakat kuno, seperti yang ditunjukkan oleh banyak penelitian antropologis, sistem kredit dan pembukuan telah ada jauh sebelum munculnya koin-koin uang berbentuk fisik. Dengan fakta inilah, kita dapat mengambil intisari bahwa uang bukan semata-mata komoditas yang nilainya ada secara intrinsik, melainkan lebih pada sebuah tanda atau catatan tentang apa yang orang lain "utangi" kepada kita, atau kewajiban yang diakui dalam suatu komunitas atau di bawah otoritas tertentu. Pandangan inilah yang membongkar mitos bahwa uang secara eksklusif berawal dari kebutuhan untuk menyederhanakan sistem barter, dan justru menempatkan hubungan sosial yang kompleks --- termasuk utang dan kepercayaan antarmanusia --- sebagai fondasi esensial dari sistem moneter modern.
Teori Kredit Uang: Menantang Narasi Klasik tentang Asal-Usul Moneter
Gagasan bahwa uang pada dasarnya adalah sebuah sistem kredit dan utang, yang secara umum dikenal sebagai teori uang kredit (credit theory of money), paling komprehensif dikemukakan oleh ahli ekonomi asal Inggris awal abad ke-20, Alfred Mitchell Innes. Pandangan Alfred bahkan telah memperoleh dukungan signifikan dari berbagai bukti-bukti antropologis modern, seperti yang diuraikan oleh David Graeber dalam bukunya yang berpengaruh, Debt: The First 5,000 Years.
Menurut Alfred dan Graeber, konsepsi modern kita tentang konsep uang --- yang sering diajarkan dalam buku-buku teks akademik di berbagai tingkatan pendidikan --- secara fundamental didasarkan pada sebuah mitos:Â "mitos barter," sebagaimana digambarkan oleh Graeber. Mitos ini telah menyebar luas ke dalam imajinasi dan kesadaran manusia populer sebagai akibat dari karya-karya ahli ekonomi-politik klasik, seperti Adam Smith dan David Ricardo, serta teori-teori empiris dari Inggris yang mendahului mereka, seperti John Locke, bahkan jika ditarik lebih jauh hingga filsuf Yunani kuno, Aristoteles.
Bagi para ahli ekonomi klasik tersebut, uang terutama dianggap sebagai alat tukar sejak dari awal --- satu komoditas tunggal yang menjadi diterima secara universal untuk memfasilitasi perdagangan dan transaksi pertukaran. Kisah ini menyatakan bahwa sebelum adanya uang, satu-satunya cara berdagang adalah melalui barter langsung, yang menimbulkan masalah signifikan seperti kebutuhan akan kebetulan kebutuhan ganda (double coincidence of wants) dan kesulitan membawa barang dagangan.
Baca juga: Sebelum Uang Ada: Menggali Akar Penggunaan Uang dalam Sejarah Peradaban Masyarakat & KapitalismePokok-Pokok Teori:
Kesatu: uang adalah simbol kepercayaan atas utang, yakni IOU (I Owe You) atau catatan bahwa seseorang berutang kepada orang lain.
Kedua:Â dalam sejarah masyarakat pra-moneter dan masyarakat tradisional, transaksi lebih banyak dilakukan berdasarkan sistem sosial dan catatan kewajiban, bukan dengan pertukaran secara langsung atau uang fisik.
Ketiga: bahkan sebelum munculnya koin logam, negara dan lembaga keagamaan sudah mencatat utang dan membukukan kredit, sering kali berbasis pada standar nilai tertentu (misalnya, gandum atau ternak).Bukti Antropologis:
David Graeber dan antropolog seperti Caroline Humphrey menunjukkan bahwa tidak ada bukti empiris tentang eksistensi ekonomi barter murni dalam komunitas awal.
"Tidak ada contoh ekonomi barter murni yang pernah diamati secara etnografis, apalagi yang berkembang menjadi sistem moneter."
Masyarakat asli justru mencatat utang, mempercayai sistem sosial timbal balik, dan menggunakan mekanisme sosial informal, bukan tukar-menukar langsung.
Oleh karena ada itulah, uang "ditemukan", atau setidak-tidaknya, "diciptakan" untuk mengatasi hambatan dalam transaksi dengan barter. Hal ini berdampak pada perluasan variasi barang yang dapat ditukar, dan jarak di mana barang-barang itu dapat diperdagangkan menjadi diperluas pula. Dalam pandangan ini, penggunaan komoditas tertentu, seperti emas, sebagai uang didasarkan pada karakteristik intrinsiknya, seperti kepadatan nilai yang tinggi.