Pada Jumat, 20 Juni 2025, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyampaikan pidato signifikannya di St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 yang diselenggarakan di ExpoForum Convention and Exhibition Centre, St. Petersburg, Rusia. Kehadiran dan pidato ini menarik perhatian luas publik internasional mengingat SPIEF merupakan forum strategis yang mempertemukan para pemimpin dari negara-negara Barat, Global South, dan Timur di titik persimpangan Eurasia.
Pidato tersebut tidak hanya berfungsi sebagai platform Prabowo Subianto untuk memperkenalkan agenda kepemimpinan baru Indonesia di panggung global, tetapi juga sebagai sarana untuk menguraikan visi, prioritas pemerintahan, dan filosofi ekonomi serta politik luar negeri Indonesia di tengah dinamika geopolitik yang kian kompleks. Secara komprehensif, pidato Prabowo di SPIEF 2025 mencerminkan aspirasi Indonesia kepada dunia untuk menegaskan kedudukannya sebagai aktor yang berdaulat dan mandiri, yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan domestik.
Pendekatan yang diusung oleh Prabowo Subianto bersifat pragmatis, tetapi tetap berlandaskan pada nilai-nilai inklusif, dengan menunjukkan komitmen Indonesia terhadap kerja sama internasional yang saling menguntungkan tanpa mengorbankan kepentingan nasional. Pidato ini mengindikasikan lebih jauh lagi tentang upaya Indonesia dalam rangka menavigasi lanskap global yang multipolar dengan bijaksana, guna mencari keseimbangan antara kepentingan domestik Indonesia dan kontribusinya terhadap stabilitas serta kemakmuran global.
Indonesia di Panggung Global dan Tantangan Domestik Mendesak
Dalam pidatonya di St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025, Presiden Prabowo Subianto dengan kecendekiaannya menempatkan Indonesia di tengah pusaran dinamika geopolitik global sembari menegaskan urgensi tantangan domestiknya. Prabowo mengawali pidatonya dengan menyoroti signifikansi SPIEF sebagai wadah strategis untuk menjalin kepercayaan dan kesepakatan. Ia menyatakan,
Baca juga: Kebangkitan BRICS dan Tatanan Dunia Alternatif: Visi, Tantangan, dan Fondasi Baru Geopolitik Ekonomi
"This forum is a forum that combines and gathers leaders from the West, the Global South, the East, and where Eurasia meet. Indonesia views this summit as an opportunity to forge strategic trust. An opportunity to make deals in an increasingly complicated geopolitical situation."
Pernyataan ini secara tegas menunjukkan bahwa Indonesia memandang SPIEF bukan sekadar ajang pertemuan biasa yang sekadar membahas ekonomi dunia di antara negara-negara non-Barat, melainkan arena diplomasi krusial untuk membangun "kepercayaan strategis" dan mencapai "kesepakatan" di tengah lanskap geopolitik dunia yang semakin rumit. Hal ini mengindikasikan bahwa di bawah kepemimpinannya, Indonesia secara aktif mencari peluang kolaborasi dan solusi melalui dialog konstruktif antarnegara, yang tidak hanya mencakup isu-isu ekonomi tetapi juga stabilisasi geopolitik kawasan ataupun dunia.
Retorika Prabowo Subianto di Rusia menampilkan orientasi pragmatis dalam visi geopolitik Indonesia dalam politik luar negeri yang diusungnya, di mana negara yang beribukotakan di Nusantara ini berupaya memosisikan diri sebagai jembatan antara blok-blok kekuatan dunia, mempertahankan relevansi sikap bebas-aktifnya, dan menavigasi kompleksitas global. Frasa "strategic trust" secara implisit menekankan pentingnya diplomasi tingkat tinggi di antara bangsa-bangsa yang berdaulat guna meredakan ketegangan dan menemukan titik temu yang mencerminkan kepentingan bersama.
Selanjutnya, Prabowo memperkenalkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru dilantik, sekaligus menyoroti skala demografi Indonesia sebagai tantangan sekaligus peluang yang harus dihadapi dengan bijak. Ia menerangkan lebih lanjut,
"I am Prabowo Subianto, President of the Republic of Indonesia. I had just been inaugurated on 20th October 2024. And, this is my first international economic forum, so I apologize if I am a bit nervous... Indonesia is the fourth largest country by population. Every year there are five million new Indonesians arriving in this world. So, in 10 years there will be 10 Singapores in South East Asia, the size. I give this as an illustration of the size of Indonesia. This gives us great opportunity, but also gives us great challenge. Any leader of Indonesia must think how to feed five million more mouths every year, five million new school places, etc, etc. The hospitals and more important and most important is the food."
Pengakuan Prabowo sebagai Presiden Indonesia yang baru menjabat dan pengalamannya yang relatif baru dalam forum ekonomi internasional merupakan upayanya yang bijak untuk membangun koneksi personal dan memperkenalkan agenda pemerintahannya kepada audiens internasional. Penekanannya pada angka kelahiran "lima juta jiwa per tahun" secara eksplisit menggambarkan skala tantangan domestik yang mendesak yang tengah dihadapi Indonesia, khususnya dalam penyediaan pangan, pendidikan, dan layanan kesehatan.
Penggunaan data demografi sebagai ilustrasi tantangan bukan sekadar statistik yang disebut secara tanpa esensi, melainkan menjadi basis argumentasi yang krusial bagi prioritas kebijakan domestik Prabowo yang akan dijelaskan kemudian. Ini adalah strategi persuasif untuk menunjukkan kepada audiens internasional bahwa kebijakan domestik Indonesia didorong oleh kebutuhan riil dan mendesak, bukan semata ambisi politik. Tantangan demografi ini secara inheren menuntut pendekatan ekonomi yang terencana dan intervensi negara yang kuat. Dengan begitu, secara retoris, Prabowo menggarisbawahi urgensi bagi pemerintahannya untuk berfokus pada pembangunan kapasitas internal demi keberlanjutan dan kemakmuran bangsa.