Mohon tunggu...
Daffa Sejahtera
Daffa Sejahtera Mohon Tunggu... Mahasiswa

Selamat Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Lemasnya Mental Generasi Masa Kini dalam Membangun Indonesia Emas

5 November 2024   13:47 Diperbarui: 6 Januari 2025   02:29 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Dok. Internet freepik.com )

Akhir-akhir ini sebagian besar masyarakat Indonesia sudah mengetahui bahwa di tahun 2045 yang akan mendatang, negara Republik Indonesia akan menjadi negara "emas" dalam artian menjadi negara yang cukup sukses di bagian Asia Tenggara. Untuk sektor yang akan melegit menyentuh garis ideal sekaligus optimal di tahun 2045 yang akan mendatang salah satunya yaitu sektor pendidikan. Gagasan tersebut telah menjadi bahan renungan bagi rakyat Indonesia hingga dibuat bertanya-tanya seperti akankah visi 2045 Indonesia emas ini akan berhasil? Apa yang perlu dipersiapkan dalam menjemput tahun 2045 ini? Serta rintangan apa yang nantinya akan kita hadapi dalam mewujudkan cita-cita Indonesia emas 2045?.

Oleh karena itu, Saya Sejahtera selaku penulis ingin mengupas beberapa hal yang membuat rakyat cemas dalam menjemput tahun 2045 Indonesia menuju emas. Sebagian masyarakat ada yang merasa tidak yakin dengan cita-cita tersebut karena berbagai alasan, salah satunya yaitu banyaknya dugaan bahwa negara ini masih kurang serius dalam memperjuangkan cita-cita rakyatnya. Berikut ini merupakan segmen yang perlu diperhatikan, diperbaiki, dan juga dioptimalkan guna Indonesia Emas 2045 dapat terwujud, salah satunya yaitu dari sektor pendidikan.

Pada sektor pendidikan, pelajar atau siswa lanjut guru hingga sistem pendidikan di negara Indonesia masih perlu mendapatkan perhatian dan juga perbaikan yang cukup serius, baik itu oleh pemerintah maupun masyarakat itu sendiri. Dimulai dari siswa, pada saat kini pelajar di Indonesia diisi oleh anak muda dari generasi Gen Z dan juga Alpha (Baca: Gen Z dan Gen Alpha) yang tentunya memiliki karakteristik yang berbeda dari generasi-generasi sebelumnya yang mana dengan karakteristik yang berbeda tersebut membuat para guru hingga orang tua perlu memiliki kemampuan yang cukup ekstra untuk mendidik generasi Gen Z dan Alpha ini. Kemampuan yang cukup ekstra di sini mengartikan bahwa dalam mendidik siswa generasi sekarang tidaklah mudah dan simple seperti dulu sehingga dalam hal ini perlu ada perlakuan khusus bagi siswa generasi Gen Z dan juga Gen Alpha. Karakteristik, sikap hingga perilaku Gen Z dan Gen Alpha ini tidak terbentuk dengan sendirinya akan tetapi karakteristik gen tersebut dibentuk dengan perubahan zaman yang mana salah satunya yaitu dengan teknologi seperti smartphone yang menimbulkan disrupsi sehingga dapat membentuk sikap gen z dan gen alpha yang cukup kontroversial pada saat kini.

Karakteristik unik yang dimiliki oleh Gen Z dan Gen Alpha, yang berkembang dengan akses tak terbatas dalam penggunaan teknologi, media sosial, dan informasi digital, membuat mereka memiliki perbedaan yang cukul signifikan dari generasi sebelumnya dalam hal kebutuhan, cara belajar, serta tentunya dengan sikap dan perilaku. Generasi ini dikenal sebagai generasi digital native, yang artinya mereka terbiasa dengan penggunaan teknologi digital pada hampir seluruh aspek di kehidupan sehari-hari, termasuk dalam proses pembelajaran. Di satu sisi, hal ini memberikan potensi besar untuk percepatan kemampuan belajar, kreativitas, dan adaptasi mereka terhadap berbagai teknologi baru. Namun, di sisi lain, penggunaan teknologi yang tidak terkontrol juga membawa dampak negatif, seperti daya fokus yang menurun, kecenderungan multitasking yang berlebihan, serta gangguan kesehatan mental.

Dalam konteks ini, sistem pendidikan di Indonesia harus dirancang ulang agar lebih relevan dengan kebutuhan Gen Z dan Gen Alpha, yang cenderung menginginkan metode pembelajaran yang interaktif, fleksibel, dan lebih berbasis teknologi. Pembelajaran yang terlalu terpaku pada metode tradisional akan membuat mereka kehilangan minat dan motivasi untuk belajar. Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan baru, misalnya dengan mengintegrasikan teknologi digital dalam proses pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara mandiri melalui platform online dan tentunya dalam metode pembelajaran berbasis digital ini pihak sekolah dan orang tua perlu dapat memonitoring dan memantau apa yang sedang dikerjakan dan dilakukan oleh anak siswanya. Selain itu, pendidikan karakter juga menjadi sangat penting agar siswa dapat memanfaatkan teknologi dengan bijak, serta memahami etika dalam menggunakan teknologi dan media sosial yang tentunya itu akan cukup memberikan dampak signifikan pada anak siswa di kehidupan realitasnya

Akan tetapi perlu digaris bawahi bahwa seperti membaca dan menulis dengan metode konvensional juga masih sangat perlu dipertahankan di kalangan Gen Z dan Gen Alpha. Bukan tanpa alasan atau tidak mengikuti perubahan zaman, melainkan dengan metode konvensional dalam suatu sistem pembelajaran seperti membaca dan menulis manual dengan tangan dapat menjaga kualitas daya fokus, melatih keterampilan yang cukup bernilai dan juga untuk meminimalisir rasa ketergantungan terhadap smartphone serta teknologi-teknologi digital lainnya.

TANTANGAN YANG DIHADAPI OLEH GURU DALAM MENGHADAPI SISWA DARI GENERASI BARU

Lalu, Guru sebagai penggerak utama dalam sebuah pendidikan juga menghadapi rintangan dan tantangan yang besar dalam mendidik generasi digital native ini. Masih banyak guru di Indonesia yang belum siap menghadapi perubahan teknologi yang cepat dan kebutuhan siswa yang semakin bervariasi. Sebagian besar dari mereka masih mengajar dengan metode konvensional yang kurang relevan dengan karakteristik Gen Z dan Gen Alpha tanpa diikuti metode berbasis digital. Hal ini bukan hanya karena keterbatasan fasilitas, tetapi juga karena minimnya pelatihan dan pengembangan profesional yang tepat dan cepat.

Salah satu masalah utama adalah minimnya pemahaman tentang penggunaan teknologi dalam pembelajaran. Banyak guru yang masih belum terbiasa menggunakan teknologi sebagai alat bantu belajar, sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif dan menarik bagi siswa. Untuk itu, diperlukan pelatihan berkelanjutan bagi guru agar mereka dapat menguasai teknologi pendidikan dan mampu menghadirkan pembelajaran yang lebih inovatif dan interaktif. Selain itu, pemerintah juga perlu menyediakan akses teknologi yang memadai di seluruh sekolah, termasuk di daerah-daerah terpencil, agar tidak ada kesenjangan pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan.

Selain penguasaan teknologi, mau tak mau guru juga perlu memiliki keterampilan dalam menangani masalah kesehatan mental dan emosi siswa. Generasi Gen Z dan Alpha cenderung lebih rentan terhadap masalah mental seperti kecemasan, depresi, dan tekanan sosial akibat penggunaan media sosial yang tidak terkontrol. Guru harus mampu memberikan bimbingan dan dukungan emosional kepada siswa agar mereka dapat menghadapi tantangan emosional dengan lebih baik. Dengan demikian, pada masa kini guru tidak hanya berperan sebagai pengajar akademik, tetapi juga perlu dapat berperan menjadi sebagai pembimbing yang mendukung perkembangan karakter dan kesehatan mental siswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun