Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta || Nasionalis-marhaenis || Adil sejak dalam pikiran..

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dua Dunia-Satu Kuasa: Mengungkap Ketimpangan Sosial di Hindia Belanda Melalui Lensa Sejarah

2 Juli 2025   19:08 Diperbarui: 2 Juli 2025   19:08 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Gambar: Unsplash)

Batavia, 1912: film Johann Lamster abadikan ironi kolonial. Eropa gemerlap, pribumi berpeluh. Simak bagaimana dua dunia yang terpisah tapi hidup berdampingan, merefleksikan hierarki opresif yang membentuk identitas sosial di Hindia Belanda. Sebuah potret tajam ketimpangan yang tak boleh dilupa.

Pada awal abad ke-20, menjelang kelahiran salah seorang pribumi Indonesia yang diulas oleh David Van Reybrouck, bernama Pratomo, Hindia Belanda adalah potret nyata dari ketimpangan sosial yang sistematis dan mengakar sangat dalam. David Van Reybrouck dalam karyanya, Revolusi: Indonesia and the Birth of the Modern World, secara jeli menggunakan klip film pertama yang direkam oleh Johann Lamster pada tahun 1912 dan 1913 untuk menyingkap adanya dua dunia yang terpisah dalam masyarakat kolonial.

Masyarakat Eropa yang berkuasa dan masyarakat pribumi yang terjajah memang hidup berdampingan, tetapi kedua golongan ini hidup dengan disparitas yang sangat mencolok, di mana situasinya amat merefleksikan struktur sosial yang hierarkis, terkotak-kotak, dan dirancang secara sistematis untuk mempertahankan dominasi akan tatanan kolonial. Tulisan ini akan mengulas lebih lanjut bagaimana gambaran visual dalam film Lamster yang tersebut di atas tidak hanya menampilkan ketimpangan sosial di Hindia Belanda, tetapi juga menguraikan bagaimana kolonisasi Belanda telah menciptakan dualisme sosial dan budaya yang konsekuensinya terasa hingga masa kemerdekaan Indonesia.

Dua Dunia yang Terpisah: Kolonialisme dan Dualisme Sosial

Van Reybrouck secara akurat mendeskripsikan kehidupan di Indonesia pada awal abad ke-20 sebagai wahana hidup antara dua entitas yang berjalan paralel tetapi terisolasi secara fundamental. Klip video Johann Lamster menjadi bukti visual yang kuat akan kontras kehidupan yang mencolok antara dunia orang Eropa yang berkuasa dan dunia orang pribumi yang terjajah dalam kehidupannya sehari-hari.

Adegan orang Eropa yang elegan dengan pakaian Victorian, jas putih krem, sepatu kulit, dan topi khas berjalan di trotoar atau menaiki kereta kuda di Batavia (kini Jakarta), berbanding terbalik dengan gambaran orang-orang pribumi yang hanya mengenakan pakaian sederhana berupa kain sarung, bertelanjang dada (atau kaus oblong), dan ikat kepala, tengah terlihat sibuk dalam pekerjaan sehari-hari yang keras dan timpang. Pemandangan ini secara gamblang mengilustrasikan struktur sosial yang terkotak-kotak dan hierarkis yang secara sengaja disusun sedemikian rupa oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Dalam stratifikasi masyarakat seperti itu, Eropa menduduki posisi sebagai kelas penguasa yang memegang kendali penuh atas aspek ekonomi, politik, dan budaya. Bagaikan siang dan malam yang tak pernah sama, orang pribumi-lah yang "harus terima nasib" sebagai pekerja (buruh kasar) di berbagai sektor seperti lapangan dan pelabuhan, yang ironisnya, aktivitas yang digeluti mereka semata-mata diperuntukkan demi memperkuat kepentingan kolonial. Pekerja pribumi yang tampil dalam pakaian sederhana dan terlibat dalam pekerjaan fisik yang berat, seperti yang terekam dalam adegan di Pelabuhan Tanjung Priok, secara tajam menggarisbawahi ketidaksetaraan sosial yang mendalam antara pihak penjajah dan pihak yang dijajah.

Representasi Gaya Hidup Eropa dan Masyarakat Pribumi

Gambaran kehidupan orang Eropa yang serbamewah di Batavia dalam film dokumenter amatir tersebut, di mana terdapat klip wanita Belanda yang mengenakan gaun panjang megah dan topi bermotif bunga, serta pria-pria Eropa berjas dan sepatu kulit, menyajikan kontras tajam terhadap gaya hidup masyarakat pribumi. Van Reybrouck menyoroti bahwa representasi visual ini bukan sekadar perbedaan gaya hidup, melainkan cerminan dari dominasi budaya Eropa dalam kehidupan kolonial. Budaya Eropa secara eksplisit diposisikan sebagai superior, masyhur, dan beradab, berlawanan sekali dengan budaya pribumi, yang secara merendahkan, dianggap primitif atau terbelakang oleh penjajah.

Adegan-adegan film yang menampilkan perempuan Jawa tengah menenun, seorang ibu memandikan anaknya di sungai, dan anak-anak bermain dengan kerbau di sungai, secara tersirat menambah citra dunia yang "eksotis" sekaligus pula menegaskan ketidakberdayaan masyarakat pribumi. Mereka seolah-olah dianggap hanya sebagai elemen pelengkap yang pasif dalam narasi kolonial.

Meskipun masyarakat pribumi secara fundamental berkontribusi besar pada perekonomian kolonial melalui kerja keras mereka, mereka hidup dalam kondisi yang sangat terbatas, dengan akses yang tidak setara terhadap pendidikan, kekuasaan, atau kesejahteraan. Representasi ini memperkuat gagasan bahwa keberadaan pribumi dalam skema kehidupan kolonial adalah untuk melayani, bukan untuk berkembang dan hidup secara mandiri.

Proses Industrialisasi Kolonial dan Pekerja Pribumi

Van Reybrouck juga secara kritis menyoroti adegan para pekerja di galangan kapal Tanjung Priok yang sedang menambal lambung kapal uap raksasa. Adegan ini secara simbolis menggambarkan ketegangan intrinsik antara penggunaan teknologi modern yang dibawa oleh kolonialisme dan realitas kehidupan pekerja pribumi yang terabaikan serta termarginalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun