Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta || Nasionalis-marhaenis || Adil sejak dalam pikiran..

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Surat Cinta untuk Ramadan: Refleksi di Penghujung Puasa & Harapanku untuk Tahun Depan

30 Maret 2025   08:01 Diperbarui: 30 Maret 2025   15:52 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan

Jakarta, 30 Maret 2025

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahi rabbil 'alamin. Wasshalatu wassalamu 'ala Sayyidina wa Mawlana Muhammad, wa 'ala alihi wa ashabihi ajma'in. Amma ba'du.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Agung Muhammad , beserta seluruh keluarga, seluruh sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga yaumil qiyamah.

Ramadan yang mulia, bulan yang tercinta,

Hari ini, tepat pada penghujung  Ramadan 1446 Hijriah atau 2025 Masehi, ketika fajar menyingsing di ufuk timur, Minggu, 30 Maret 2026, aku ingin menuliskan sebuah surat cinta yang ditujukan khusus kepadamu, bulan Ramadan tahun 2026. Begitu cepat rasanya kita bersama, membawa ketenangan dan kedekatan dengan Allah , namun begitu terasa singkat kita, hingga kini kau dan aku berada di ambang perpisahan.

Wahai Ramadan, engkau, sebagaimana nama akhirku, adalah fase perjalanan tentang spiritualitas insan manusia yang selalu mengajarkanku tentang diri sendiri, tentang masyarakat, dan tentang rasa kemanusiaan yang lebih luas. Engkau tak pernah henti-henti memberikanku pelajaran yang berharga, serta kenangan-kenangan manis bersama keluarga, yang tak bisa kulupakan.

Engkau, sebagaimana bulan Ramadan sebelumnya, dan tahun-tahun berikutnya (jika diberikan usia yang panjang oleh Allah), selalu menjadi bulan yang membuatku selalu rindu. Selalu ingin berjumpa, selalu ingin mengenang momen-momen indah saat berbuka puasa, baik bersama keluarga maupun bersama kerabat, atau momen-momen bahagia saat sahur, ketika meja makan menjadi ajang untuk berbincang.

Ramadan sebagai Pengembalian kepada Fitrah

Ketika kita merasakan sendiri rasa lapar dan haus saat Ramadan, di situlah kita lebih dapat memahami derita mereka yang hidup dalam keterbatasan dan serbakesusahan. Engkau adalah momen di mana kesadaran sosial kita diasah, mengajarkan bahwa kemuliaan manusia bukan hanya diukur dari ibadah ritualistik saja, tetapi juga bagaimana rasa kepedulian kita terhadap sesama.

Image by Ahlulbait Indonesia
Image by Ahlulbait Indonesia

Wahai Ramadan, ibadah berpuasa, pada dasarnya memang wadah untuk kita kembali kepada hakikat kemanusiaan. Maka dari itu, engkau bukan sekadar bulan yang di dalamnya terdapat ibadah fisik untuk menahan diri dari makan dan minum. Engkau selalu menjadi wadah untuk kita melatih spiritualitas, penyucian diri, dan kepekaan sosial, yang tentunya akan lebih menumbuhkan sikap kita terhadap sosial dan masyarakat.

Rasa lapar, haus, dan nafsu duniawi yang kutahankan saat berpuasa bukan hanya tantangan bagi tubuhku secara fisik. Bagiku, itu juga menjadi pengingat tentang kondisi mereka yang, bahkan di luar bulan Ramadan, masih hidup dalam kekurangan dan kesusahan.

Saat perutku kosong dan keroncongan, aku pun menjadi lebih sadar akan betapa berharganya tiap suapan makanan yang mungkin selama ini kuanggap hal yang sepele. Darimulah, Ramadan, aku juga memahami bahwa puasa bukanlah sekadar mengendalikan hawa nafsu kita sebagai manusia. Puasa juga berarti tentang bagaimana kita mengarahkan diri kita untuk lebih peduli terhadap orang lain.

Image by Media Center Riau
Image by Media Center Riau

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun